SASTRA BERKAITAN DENGAN FOLKLOR
“ Folklor Jawa Barat "
Folklor Lisan
(1) bahasa
rakyat seperti logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis ;
Apakah “Sunda” itu merupakan sebuah bahasa ataukah
dialek?
Dalam bukunya yg monumental A Comparative Vocabulary of
The Malayu, Javan, Madurese, Bali, and Lampung Languages, Raffles menunjukkan keragu-raguannya
bagaimana membedakan di antara keduanya (bahasa atau dialek).
Dalam daftar kata, Sunda tidak diberi tempat yang khusus,
tetapi dimasukkan ke dalam kolom
“Javan”. Rupa-rupanya,
dalam pandangan Gubernur Jendral Jawa itu, bahasa Sunda dianggap sebagai sebuah varian saja dari bahasa Jawa.
Bahasa yang dituturkan di wilayah itu adalah Sunda;
bahasa ini berbeda dari
bahasa Jawa maupun Melayu, namun di situ ada banyak kata
yang muncul
pelan-pelan atau diadopsi dari bahasa-bahasa Jawa dan
Melayu. Huruf para
ulama adalah Arab, tapi banyak pula pemimpin lokal yang
mengenal huruf itu;
Namun secara umum yang digunakan adalah huruf Jawa.
Faktanya, bahasa Sunda sudah ada sebagai sebuah bahasa
yang berbeda di Jawa Barat,
Contoh :
Gedang dalam Bahasa
sunda merupakan arti dari buah papaya.
Tetapi untuk di daerah jawa merupakan arti dari buah pisang
Dan ini merupakan
contoh sebagian kecil bahasa yg sama tetapi berbeda makna.
(2)
ungkapan tradisional
seperti peribahasa dan sindiran;
Sisindiran
Sisindiran merupakan sejenis sastra lisan warisan leluhur yang dalam setiap
baitnya terdiri atas empat padalisan (baris). Selanjutnya setiap baris terdiri
dari delapan pada (suku kata), sepintas memang mirip pantun Melayu. Akan tetapi
dalam hal ini terdapat perbedaan, dimana dalam pantun Melayu satu barisnya
berisi sepuluh suku kata. Dilihat dari bentuknya, sisindiran terbagi atas Rarakitan, Paparikan, dan Wawangsalan. Sedangkan jika dilihat dari isinya, ada yang mengandung cinta kasih, wejangan, dan humor (sesebred).
Perlu diketahui, sisindiran merupakan salah satu budaya Sunda yang nyaris mati, bahkan pada dekade 70-an hampir tidak pernah terdengar masyarakat Sunda bertutur lewat sisindiran. Akan masyarakat seolah tersadar bahwa masih banyak Seni dan Budaya Sunda yang harus di-”mumule” atau dilestarikan.
Bila berbicara Sisindiran yang menjadi sebuah budaya masyarakat Jawa Barat akan langsung teringat pada folklore yang menjadi sebuah kebanggan suatu daerah “Akan tetapi, karena banyak anggotanya yang berorientasi seni, akhirnya berkembang bahasa dan sebuah sastra di daerah tersebut.
Contona:
Jauh-jauh manggul awi,
nyiar-nyiar pimerangeun.
Jauh-jauh neang abdi,
nyiar-nyiar pimelangeun
Jauh-jauh manggul awi,
nyiar-nyiar pimerangeun.
Jauh-jauh neang abdi,
nyiar-nyiar pimelangeun
Cangkang:
Jauh-jauh manggul awi
nyiar-nyiar pimerangeun
Jauh-jauh manggul awi
nyiar-nyiar pimerangeun
Eusi:
Jauh-jauh neang abdi,
nyiar-nyiar pimelangeun
Jauh-jauh neang abdi,
nyiar-nyiar pimelangeun
(3)
pertanyaan tradisonal
yang dikenal sebagai teka-teki;
Tatarucingan
Basa Sunda atau tebak-tebakan
dalam bahasa Sunda merupakan salah satu dari sekian banyak kekayaan
budaya Sunda. Tatarucingan sering digunakan sebagai sarana hiburan dan bahan
candaan antar orang Sunda. Ada banyak jenis Tatarucingan, ada yang jawabannya
nyambung dan menguji kecerdasan, ada juga yang hanya berupa plesetan.
Nah, berikut adalah sejumlah Tatarucingan Bahasa Sunda atau
teka-teki alias tebak-tebakan dalam Bahasa Sunda beserta jawabannya, yang masih
sbisa diingat dan sering jadi bahan candaan bersama teman.
Contoh :
Tukang, tukang naon nu bisa ngeureunkeun nu pasea? – Tukang
Pajangan (Pa jangan – pa jangan)
·
Dicabak emoy ditakol
ngabelendrang naon? -> Tai kotok diluhur dreum
·
Budak leutik ngambay
peujit -> jarum jeung benang
·
Dicekek beuheungna
dieleketek beuteungna -> Gitar
·
Di dedet-dedet… di
goyang-goyang… lamun diangkat bijil cai anu bodas? -> Ngisikan beas
·
Kunaon tukang bubur
nakolan mangkok? -> Ku sendok
·
Ari nu palsu najan mahal
ge diteangan, ari nu asli najan dibere loba nu embung? – Huntu
·
Panjang, hideung,
ageung, ayana di tengah-tengah pingping -> Jok motor
·
Pami jenengan alitna
Bapak Sudirman teh saha? -> Sudirboy
·
Tahu naon nu pangbauna?
-> Tah huntu maneh
·
Naon bedana motor jeung
monyet? -> Motor mah kawasaki, monyet mah kawas nu maca hehe…
(4) sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair;
Sajak dan
puisi rakyat merupaka kebudayaan yang terdapat disetiap belahan daerah ,tetapi
setiap apa yang menjadi budaya suatu daearah memiliki cirri khas dr
masing-masing wilayah begitu pun di tataran sunda.
Contoh ;
NGADU PANGGAL
Prung tarung di pakalangan
nu jadi kawih pamuka:
“Tung-tung-brung
kali tanjung
barangbang kali parangpang
padakutik padasemprung”.
Breng panggal diparuihkeun
muih dina jero kalang
beletak papada panggal
panggal ngacleng ngagolépak
panggal muih pangleletna
punjul ngajadi raja.
(5)
cerita prosa rakyat,
cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mite
(myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale), seperti Malin Kundang dari
Sumatra Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat
Cerita Rakyat dari Jawa Barat: Sangkuriang
( merupakan legenda yang menjadi khas daearah Jawa Barat legenda ini menjadi sebuah cerita awal mula terbentuknya Gunung Tangkuban Parahu di daerah Bandung)
( merupakan legenda yang menjadi khas daearah Jawa Barat legenda ini menjadi sebuah cerita awal mula terbentuknya Gunung Tangkuban Parahu di daerah Bandung)
Isi
cerita ;
Pada
zaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama
Dayang Sumbi. Ia mempunyai
seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar
berburu Ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana.
Sangkuriang tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.
Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk
mengejar hewan buruan. Maka anjing tersebut
diusirnya ke dalam hutan. Ketika kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan
kejadian itu pada ibunya. Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar
cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul kepala Sangkuriang
dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa dan
pergi mengembara.
Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya.
Ia selalu berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa
memberinya sebuah hadiah. Ia akan selamanya muda dan memiliki kecantikan abadi.
Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang akhirnya berniat untuk kembali
ke tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah berubah total. Di sana
dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Terpesona
oleh kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang melamarnya. Oleh karena
pemuda itu sangat tampan, Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya.
Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia
minta tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya
Dayang Sumbi ketika melihat bekas luka di kepala calon suaminya. Luka itu
persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau. Setelah lama
diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah anaknya.
Ia menjadi sangat ketakutan. Maka kemudian ia mencari daya upaya untuk
menggagalkan proses peminangan itu. Ia mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia
meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum. Dan kedua, ia minta Sangkuriang
untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai itu. Kedua syarat
itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing.
Malam itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia
mengerahkan makhluk-makhluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu.
Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut. Begitu pekerjaan itu
hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain
sutra merah di sebelah timur kota.
Ketika menyaksikan warna memerah di timur kota,
Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi. Ia pun menghentikan
pekerjaannya. Ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat memenuhi
syarat yang diminta Dayang Sumbi.
Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya.
Terjadilah banjir besar melanda seluruh kota.
Ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya. Sampan itu melayang dan
jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama “Tangkuban Perahu.”
(6) nyanyian rakyat,
Gaok adalah suatu jenis (genre) nyanyian dalam budaya Sunda.
Kebanyakan dilakukan secara "komunal," oleh beberapa penyanyi (3, 4,
bahkan sampai belasan orang), yang pada masa lalu, datang secara bebas
(suka-rela) bukan merupakan suatu grup tetap, hampir tak berbeda dengan para
penontonnya. Seseorang membacakan wawacan, yang terdiri dari bait-bait syair,
dan begitu selesai satu baris, teks itu segera "diambil" oleh salah
seorang penyanyi, dengan dinyanyikan. Begitu selesai nyanyian, si pembaca
membacakan baris kedua, yang segera juga "diambil" oleh penyanyi
dengan melantunkannya. Dan demikian seterusnya.
Mengenai siapa penyanyi yang akan menyanyikan teks yang
dibacakan itu, pun dilakukan spontan, tidak ditentukan urutannya. Siapa saja
yang paling dahulu bersuara, yang lain tak boleh merampasnya. Tentu sering
terjadi dua atau tiga orang penyanyi secara bersamaan angkat suara, mereka
harus mengalah untuk tidak melanjutkannya, sehingga yang menyanyikan baris
secara penuh hanya seorang saja--dan juga biasa terjadi semuanya berhenti untuk
memberi kesempatan pada salah seorang dari mereka. Sebagai peristiwa komunal,
kejadian seperti itu bukanlah hal yang penting untuk "dinilai"
sebagai kebaikan atau kegagalan pertunjukan, malah dianggap sesuatu yang
menambah suasana keriangan.
Demikian pula ketika si penyanyi tidak mengikuti teks pembacaan
secara tepat, maklum ia terburu (secara sengaja agar nyanyian tak terputus)
untuk melantunkan sebelum baris itu dibaca selesai. Kata-kata yang
"salah" itu menjadi suatu yang lucu, bahan tertawa, dan tidak
menghasilkan kredit buruk pada penyanyinya.
Gaok (di beberapa wilayah disebut beluk), umumnya dinyanyikan
dalam wilayah nada tinggi, banyak memakai "suara kepala dan dengan
lantunan panjang, satu baris satu nafas.
Seorang penyanyi menyanyikan satu-dua bait saja dari suatu lagu
(pupuh), yang kemudian diganti oleh penyanyi lainnya. Ada suatu standar dari
suatu lagu itu, yang bisa disebut melodi atau kontur dasar, namun variasinya
sangat banyak karena dilakukan spontan sehingga setiap orang bergantung pada
selera dan kemampuan suaranya masing-masing.
Kesenian ini diadakan untuk suatu acara syukuran, hajatan
individu. Si empunya hajat mengundang warga kampung untuk acara itu, dengan
memberitahukan akan diadakan gaok. Si empunya hajat menyediakan (milik sendiri
atau pinjaman) buku untuk dibaca, tapi karena bukan suatu grup yang formal,
baik pembaca maupun penyanyinya akan tergantung pada para tamu yang datang itu.
Cerita dari wawacan
("bacaan") tidak terlalu banyak jumlahnya. Yang sering dibacakanpada
tahun 1960an di daerah Majalengka, umpamanya, adalah Sulanjana, Rengganis,
dan Panji Wulung, maklum tradisi
membaca dalam seni pertunjukan belum terlalu lama, sertawawacan yang berupa
pupuh ini pun merupakan pengaruh baru dari Mataram. Tradisi ini, dimana ada
satu orang pembaca, dan para penyanyi menyanyikan yang dibacakan itu,
mungkinawalnya karena di desa-desa tak banyak orang bisa membaca, termasuk para
penyanyi. Jadi,walaupun gaok adalah kesenian yang bersumber pada bacaan
(literatur) aspek kelisanan dalam tradisi ini sangat tinggi. Yang
serupa dengan gaok atau beluk di Sunda, adalah bujangga di Indramayu-Cirebon)
Folklor sebagian Lisan
(1) kepercayaan dan
takhayul;
Tradisi Pantangan dan Kuwalat
Tradisi ini merupakan
bentuk folklore, yang tidak diketahui siapa pencipta dan asalnya, pantangan ini
digunakan sebagai saran atau himbauan. Diantaranya adalah :
a) dilarang membuang sampah ke sungai, jka ada buaya yang
memangsanya itu adalah kuwalat baginya karena telah mencemarkan sungai.
b) untuk mencegah sepasang buaya putih penunggu sungai
marah, masyarakat Melayu Betawi "nyugu" dengan membawa sesajen
kembang tujuh rupa, telor ayam mentah, bekakak ayam, dan nasi kuning.
c) tradisi menghormati sepasang buaya putih, masih
tercermin dalam adat perkawinan Melayu Betawi yang mengharuskan dalam pinangan
pihak mempelai laki-laki membawa sepasang roti buaya.
d) sampah harus ditabun, maka nabun atau membakar sampah
merupakan kebiasaan orang Melayu Betawi dan menebang pohon pun tidak
boleh sembarangan, karena dalam pohon kayu yang besar terdapat penunggu yang
akan marah bila pohon kayu itu ditebang secara sembarangan.
kuwalat dan ketulah sangat
sulit dibedakan artinya. kuwalat atau kewalat berarti kena walat. ketulah
berarti kena tulah, walat dan tulah adalah kena bencana, kesialan (istilaha
bahasa Melayu-Betawi "sial dangkalan")
Dalam sistem kepercayaan lama,
kekuasan yang maha tinggi dipercaya adalah berupa para dewa-dewa dan dewa-dewa
itu mempunyai kepala dewa (dewa tertinggi). Kebiasaan 'nyuguin' dan
'ngukup' adalah kebiasaan untuk menghormati dewa-dewa. nyuguin (berupa sesajen
dalam masyarakat Jawa) dan diungkupin (yaitu dengan membakar kemenyan yang
asap-asapnya dibawa ke setip sudut rumah)
(2) permainan dan hiburan rakyat setempat;
Permainan
rakyat tersebar di daerah Jawa Barat, dan merupakan bagian dari folklore.
Kecenderungan manusia untuk menikmati suatu permainan yang mendidik dan
menggembirakan, sebenarnya bersifat universal, namun tiap daerah atau tempat
memiliki cara yang berlainan. Masyarakat Jawa Barat sejak jaman dulu telah
memiliki banyak permainan yang dilakukan terutama oleh anak-anak pada waktu
senggang. Bila permainan rakyat yang ada di Jawa Barat kita kaji ternyata
bersifat edukatif; mengandung unsur pendidikan jasmani, kecermatan, kelincahan,
daya pikir, apresiasi artistik (unsur seni), kesegaran psikologis dan
sebagainya. Keterampilan berprestasi yang bersifat hiburan dalam wujud
permainan rakyat kita jumpai di mana-mana.
macam permainan rakyat daerah Jawa Barat
contohnya adalah :
|
|
|
|
3) teater rakyat,
seperti lenong, ketoprak, dan ludruk;
Gekbreng (Teater
Tradisional Jawa Barat)
Sukabumi adalah salah satu kebupaten yang ada di Jawa Barat. Di sana ada teater khas yang bernama “Gekbreng”. Kesenian yang berupa drama tari ini bersifat humor yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat sehari-hari. Nama gekbreng itu sendiri merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “gek” dan “breng” yang artinya “duduk seketika”. Dengan demikian, gekbreng dapat diartikan ketika seseorang duduk, saat itu pula riuh rendah bunyi gamelan memulai aksi pementasan. Kesenian gekbreng diciptakan oleh Abah Ba’i pada tahun 1918, setelah tamat berguru pada seorang seniman longser yang bernama Abah Emod alias Abah Soang di Kampung Situ Gentang Ranji, Sukabumi.
Konon, kesenian ini timbul dari reaksi masyarakat atas ketidak-adilan yang dilakukan oleh para penguasa waktu itu. Dengan daya kekreatifannya, Abah Ba’i menangkap keluhan-keluhan masyarakat terhadap penguasa itu dan meramunya menjadi suatu bentuk drama tari yang bersifat humor yang kemudian disebut gekbreng. Jadi, dahulu gekbreng adalah suatu kesenian yang bertujuan untuk mengingatkan para penguasa melalui sindiran-sindiran halus yang disampaikan dengan gaya humor agar jangan terlalu sewenang-wenang dalam menggunakan kekuasaannya.
Peralatan, Tempat dan Busana
Peralatan musik yang
digunakan untuk mengiring pertunjukan gekbreng adalah seperangkat gamelan
berlaras selendro yang terdiri dari: (1) kendang; (2) terompet; (3) ketuk tilu;
(4) rebab; (5) rincik; dan (6) gong.
Pertunjukan gekbreng biasanya diadakan di tempat terbuka atau tempat yang agak luas, seperti pendopo atau halaman rumah. Para penontonnya duduk berkeliling membentuk huruf U atau tapal luda. Demikian pula mengenai dekorasi panggungnya, terkesan cukup seadanya dan bahkan bersifat abstrak imajiner. Pertunjukan teater rakyat ini dapat dilakukan pada siang maupun malam hari. Pada malam hari, sebagai pencahayaan dipergunakan obor tradisional bersumbu tiga yang disebut oncor.
Busana yang dipakai oleh para pemain gekbreng dibagi menjadi dua bagian, yaitu busana penari keplok cendol dan busana penari ketuk tilu. Penari keplok cendol mengenakan busana kebaya lengan pendek, kain batik dan selendang. Sedangkan, penari ketul tilu mengenakan busana kebaya lengan pendek, kain batik, celana pangsi, dan selendang yang kadang-kadang dililitkan di pinggang. Sementara itu, busana yang dikenakan oleh para pemain lainnya adalah busana yang biasa dikenakannya sehari-hari, yaitu baju atau kaos oblong dan celana panjang.
Pertunjukan Gekbreng
Pertunjukan gekbreng biasanya diadakan di tempat terbuka atau tempat yang agak luas, seperti pendopo atau halaman rumah. Para penontonnya duduk berkeliling membentuk huruf U atau tapal luda. Demikian pula mengenai dekorasi panggungnya, terkesan cukup seadanya dan bahkan bersifat abstrak imajiner. Pertunjukan teater rakyat ini dapat dilakukan pada siang maupun malam hari. Pada malam hari, sebagai pencahayaan dipergunakan obor tradisional bersumbu tiga yang disebut oncor.
Busana yang dipakai oleh para pemain gekbreng dibagi menjadi dua bagian, yaitu busana penari keplok cendol dan busana penari ketuk tilu. Penari keplok cendol mengenakan busana kebaya lengan pendek, kain batik dan selendang. Sedangkan, penari ketul tilu mengenakan busana kebaya lengan pendek, kain batik, celana pangsi, dan selendang yang kadang-kadang dililitkan di pinggang. Sementara itu, busana yang dikenakan oleh para pemain lainnya adalah busana yang biasa dikenakannya sehari-hari, yaitu baju atau kaos oblong dan celana panjang.
Pertunjukan Gekbreng
Oleh karena yang menciptakan
adalah seorang seniman longser, maka pertunjukan gekbreng bentuknya mendekati
kesenian longser. Pertunjukan gekbreng diawali dengan tatalu (overtur
tradisional) dan kemudian berlanjut dengan wawayangan, yaitu penampilan tari
awal yang dilakukan oleh semua pemain wanita (ronggeng). Setelah wawayangan,
disusul dengan penampilan tari keplok cendol yang biasanya dibawakan oleh
primadona panggung.
Pada akhir keplok cendol akan muncul beberapa orang pelawak dalam arena yang menggoyang senyum dan tawa penonton. Para pelawak ini tidak hanya sekedar melawak, tetapi juga memainkan tarian ketuk tilu atau jenis tarian lainnya yang berakar pada gerakan-gerakan pencak silat. Kemudian dimulailah babak-babak lakon pendek yang berselang-seling dengan adegan-adegan lawakan. Pada pertengahan lakon ada suatu babak khusus yang menampilkan penari-penari wanita untuk memasuki kerumunan penonton sambil nyarayudu, yaitu menadahkan alat apa saja (lazimnya kenong yang mirip cawan), meminta uang saweran secara sukarela dari para penonton. Sambil menyawer biasanya para penonton ikut menari (ngibing) bersama para penari wanita itu secara bergiliran. Saat menari ini para pemain akan diiringi lagu-lagu yang juga biasanya dikumandangkan dalam kesenian longser, yaitu: gonjing, kidung, buah kawung, goreng, serendet, macan ucul, jiro, bendrong petiti, sapu nyerepegat simpai. Setelah acara nyawer, kemudian babak lakon dilanjutkan kembali hingga berakhirnya pertunjukan. (gufron)
Pada akhir keplok cendol akan muncul beberapa orang pelawak dalam arena yang menggoyang senyum dan tawa penonton. Para pelawak ini tidak hanya sekedar melawak, tetapi juga memainkan tarian ketuk tilu atau jenis tarian lainnya yang berakar pada gerakan-gerakan pencak silat. Kemudian dimulailah babak-babak lakon pendek yang berselang-seling dengan adegan-adegan lawakan. Pada pertengahan lakon ada suatu babak khusus yang menampilkan penari-penari wanita untuk memasuki kerumunan penonton sambil nyarayudu, yaitu menadahkan alat apa saja (lazimnya kenong yang mirip cawan), meminta uang saweran secara sukarela dari para penonton. Sambil menyawer biasanya para penonton ikut menari (ngibing) bersama para penari wanita itu secara bergiliran. Saat menari ini para pemain akan diiringi lagu-lagu yang juga biasanya dikumandangkan dalam kesenian longser, yaitu: gonjing, kidung, buah kawung, goreng, serendet, macan ucul, jiro, bendrong petiti, sapu nyerepegat simpai. Setelah acara nyawer, kemudian babak lakon dilanjutkan kembali hingga berakhirnya pertunjukan. (gufron)
(4) tari rakyat,
seperti tayuban, doger, jaran, kepang, dan ngibing, ronggeng;
Kesenian
daerah Jawa Barat beraneka ragam. Seni pertunjukannya pun meliputi seni
karawitan, seni tari, atau teater tradisional. Selain itu juga terdapat banyak
seni ukir seperti, wayang golek dan topeng. Seni kerajinan tangan pun tak kalah
menariknya, misalnya batik, anyaman, payung, dan tenun.
Wayang golek adalah seni pertunjukan yang mempergunakan golek atau sejenis boneka dengan menampilkan cerita Ramayana dan Mahabarata yang dilakukan seorang dalang.
Wayang golek adalah seni pertunjukan yang mempergunakan golek atau sejenis boneka dengan menampilkan cerita Ramayana dan Mahabarata yang dilakukan seorang dalang.
Degung adalah seni karawitan atau gamelan Sunda klasik dengan instrumen sederhana serta iringan lagu yang halus. Instrumennya terdiri dari bonang sebagai melodi, suling atau rincik, kendang, jeglong, dan lain-
Ø
Tarian-tarian tradisional terkenal dari Jawa
Barat antara lain adalah
Ø
Gotong Sisingaan.
Ø
Ketuk
Tilu.
Ø
Topeng Cirebon.
Ø
Cimade dan
Ø
Serimpi.
Ø Wayang
Golek
Ø Sisingaan
Ø Tari
Ketuk Tilu
Ø Debus
Ø Kuda
Lumping
Ø dan
lain-lain
|
(5) adat
kebiasaan, seperti pesta selamatan, dan khitanan;
A. Upacara Adat Seren Taun
Upacara Seren Taun yaitu upacara adat yang intinya
mengangkut padi (ngakut pare) dari sawah ke leuit (lumbung padi) dengan
menggunakan pikulan khusus yang disebut rengkong dengan diiringi tabuhan musik
tradisional. Selanjutnya di adakan riungan (pertemuan) antara sesepuh adat pemuka
masyarakat dengan pejabat pemerintah setempat. Dalam riungan tersebut antara
lain Disampaikan kabar gembira kepada pejabat setempat mengenai keberhasilan
panen (hasil tani) dan kesejahteraan masyarakat yang dicapai dalam kurun waktu
yang telah dilalui. Salah satu ciri khas upacara seren taun adalah melalukan
seba, yaitu menyampaikan aneka macam hasil panen kepada pejabat setempat agar
ikut menikmati hasil tani mereka. Salah satu tujuan upacara seren taun ini adalah
ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas keberhasilannya bertani serta
mengharapkan pada masa mendatang akan lebih berhasil lagi. Upacara seren taun
dapat dijumpai di Kasepuhan Sirnarasa Cisolok-Sukabumi Selatan, Cigugur
Kuningan dan Baduy-Lebak/Banten.
(6) upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, dan temu
manten
Upacara Baritan (Indramayu)
Nama Upacara
Upacara yang dimaksud adalah upacara Baritan. Upacara Baritan adalah upacara yang dilaksanakan untuk menolak wabah penyakit.
Kata baritan kemungkinan berasal dari bahasa Sunda yang artinya “waktu menjelang magrib” antara pukul 16.00 sampai18.00. Baritan = buritan, burit artinya malam, ini ada kaitannya dengan waktu penyelenggaraan upacara.
Maksud dan Tujuan Upacara
Maksud dan tujuan diselenggarakannya upacara Baritan adalah memohon kepada Tuhan yang Maha Esa agar masyarakat setempat dijauhkan dari musibah wabah penyakit.
Waktu Penyelenggaraan Upacara
Upacara Baritan dilaksanakan ketika suatu daerah terserang wabah penyakit yang mudah menular seperti kolera, malaria, tipes, muntaber, dan desentri. Waktu tepatnya biasanya pada hari Kamis petang atau malam Jumat.
Tempat Penyelenggaraan Upacara
Upacara Baritan dilaksanakan di perempatan jalan.
Teknis Penyelenggaraan Upacara
Upacara Baritan dilaksanakan oleh anggota masyarakat yang terkena wabah penyakit, secara massal. Pemberitahuan tentang akan dilaksanakannya Upacara Baritan ini dengan cara gethok tular atau dari rumah ke rumah. Pelaksanaan informasi gethok tular digagas dan dikomandoi oleh para sesepuh setempat. Pimpinan upacaranya adalah salah seorang dari sesepuh tersebut.
Pihak-Pihak yang Terlibat Upacara
Pihak yang terlibat upacara adalah anggota masyarakat dan para sesepuh setempat.
Persiapan dan Perlengkapan Upacara
Anggota masyarakat yang akan melaksanakan upacara Baritan membuat nasi tumpeng dilengkapi dengan lauk-pauk. Nasi tumpeng ini bukan suatu keharusan. Artinya, kalau memang tidak mampu menyediakan atau membuat nasi tumpeng bisa diganti dengan kue-kue atau buah-buahan saja.
Jalannya Upacara
Anggota masyarakat mengirimkan atau mengumpulkan nasi tumpeng, tentu saja bagi yang membuat tumpeng. Sedangkan yang tidak membuat tumpeng, mengumpulkan kue-kue atau buah-buahan. Tumpeng, kue-kue, atau buah-buahan tersebut dikumpulkan di suatu perempatan jalan yang telah ditentukan sebagai tempat pelaksanaan upacara Baritan.
Setelah semua anggota masyarakat kumpul, salah seorang sesepuh setempat memimpin tahlilan dan doa yang isinya memohon kepada Allah agar mereka yang sedang terkana musibah wabah penyakit itu terhindar dari penyakit tersebut.
Seusai upacara, sesaji berupa nasi tumpeng, kue, dan buah-buahan dihajatkan kepada orang-orang tua yang berhak menerimanya dan kepada anak-anak yang berkerumun di sana, istilahnya bancakan.
Upacara yang dimaksud adalah upacara Baritan. Upacara Baritan adalah upacara yang dilaksanakan untuk menolak wabah penyakit.
Kata baritan kemungkinan berasal dari bahasa Sunda yang artinya “waktu menjelang magrib” antara pukul 16.00 sampai18.00. Baritan = buritan, burit artinya malam, ini ada kaitannya dengan waktu penyelenggaraan upacara.
Maksud dan Tujuan Upacara
Maksud dan tujuan diselenggarakannya upacara Baritan adalah memohon kepada Tuhan yang Maha Esa agar masyarakat setempat dijauhkan dari musibah wabah penyakit.
Waktu Penyelenggaraan Upacara
Upacara Baritan dilaksanakan ketika suatu daerah terserang wabah penyakit yang mudah menular seperti kolera, malaria, tipes, muntaber, dan desentri. Waktu tepatnya biasanya pada hari Kamis petang atau malam Jumat.
Tempat Penyelenggaraan Upacara
Upacara Baritan dilaksanakan di perempatan jalan.
Teknis Penyelenggaraan Upacara
Upacara Baritan dilaksanakan oleh anggota masyarakat yang terkena wabah penyakit, secara massal. Pemberitahuan tentang akan dilaksanakannya Upacara Baritan ini dengan cara gethok tular atau dari rumah ke rumah. Pelaksanaan informasi gethok tular digagas dan dikomandoi oleh para sesepuh setempat. Pimpinan upacaranya adalah salah seorang dari sesepuh tersebut.
Pihak-Pihak yang Terlibat Upacara
Pihak yang terlibat upacara adalah anggota masyarakat dan para sesepuh setempat.
Persiapan dan Perlengkapan Upacara
Anggota masyarakat yang akan melaksanakan upacara Baritan membuat nasi tumpeng dilengkapi dengan lauk-pauk. Nasi tumpeng ini bukan suatu keharusan. Artinya, kalau memang tidak mampu menyediakan atau membuat nasi tumpeng bisa diganti dengan kue-kue atau buah-buahan saja.
Jalannya Upacara
Anggota masyarakat mengirimkan atau mengumpulkan nasi tumpeng, tentu saja bagi yang membuat tumpeng. Sedangkan yang tidak membuat tumpeng, mengumpulkan kue-kue atau buah-buahan. Tumpeng, kue-kue, atau buah-buahan tersebut dikumpulkan di suatu perempatan jalan yang telah ditentukan sebagai tempat pelaksanaan upacara Baritan.
Setelah semua anggota masyarakat kumpul, salah seorang sesepuh setempat memimpin tahlilan dan doa yang isinya memohon kepada Allah agar mereka yang sedang terkana musibah wabah penyakit itu terhindar dari penyakit tersebut.
Seusai upacara, sesaji berupa nasi tumpeng, kue, dan buah-buahan dihajatkan kepada orang-orang tua yang berhak menerimanya dan kepada anak-anak yang berkerumun di sana, istilahnya bancakan.
(7) pesta rakyat tradisional seperti bersih desa dan meruwat.
Sedekah Bumi (Indramayu)
Nama yang dimaksud adalah Sedekah Bumi.Maksud dan tujuan diselenggarakannya upacara Sedekah Bumi adalah permohonan para petani agar hasil tani pada periode yang akan datang berhasil dengan baik. Sedekah Bumi diselenggarakan menjelang musim tanam padi. Sama halnya dengan Mapag Sri, Sedekah Bumi diselenggarakan di sawah demplot yaitu sawah percontohan milik perorangan yang dikelola secara bersama-sama. Tidak semua desa memiliki sawah demplot. Kalau di suatu desa yang akan menyelenggarakan Sedekah Bumi tidak memiliki sawah demplot, maka Sedekah Bumi diselenggarakan di sawah yang letaknya strategis yaitu di pinggir jalan, pematangnya yang luas, dan hasil sawahnya baik. Tempat lain yang digunakan adalah pendopo desa yaitu tempat dilaksanakannya keramaian berupa pertunjukan wayang kulit purwa.
Pertunjukan wayang kulit
purwa ini sebagai isyarat atau pengumuman kalau sudah waktunya para petani
bersiap-siap untuk mengerjakan sawahnya masing-masing. Sebelum menginjak ke
upacara, pemuka desa bermusyawarah untuk membicarakan pelaksanaan upacara
menjelang tanam padi. Usai musyawarah melakukan pemungutan dana yang bersarnya
bergantung kemampuan masing-masing. Setelah dana terkumpul baru diadakan
keramaian.
Sedekah Bumi melibatkan banyak pihak. Pertama adalah punduh yaitu orang yang memimpin acara. Seorang punduh adalah orang yang dituakan. figur yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan kekuatan supernatural. Selain punduh, adalah kelompok tani atau para petani, dan aparat desa. Pada Sedekah Bumi biasanya tamu yang datang dari tingkat kecamatan.
Sedekah Bumi melibatkan banyak pihak. Pertama adalah punduh yaitu orang yang memimpin acara. Seorang punduh adalah orang yang dituakan. figur yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan kekuatan supernatural. Selain punduh, adalah kelompok tani atau para petani, dan aparat desa. Pada Sedekah Bumi biasanya tamu yang datang dari tingkat kecamatan.
Folklor Bukan Lisan
(1) arsitektur bangunan rumah yang
tradisional, seperti Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Minangkabau, Rumah Betang
di Kalimantan, dan Honay di Papua;
RUMAH ADAT
DI JAWA BARAT :
1. Rumah Adat Citalang
2. Rumah Adat Lengkong
3. Rumah Adat Panjalin
KAMPUNG ADAT DI JAWA BARAT
1. Kampung Cikondang
2. Kampung Kuta
3. Kampung Mahmud
4. Kampung Urug
5. Kampung Dukuh
6. Kampung Naga
7. Kampung Pulo
8. Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar
KAMPUNG ADAT DI JAWA BARAT
Potensi Budaya
2. Rumah Adat Lengkong
3. Rumah Adat Panjalin
KAMPUNG ADAT DI JAWA BARAT
1. Kampung Cikondang
2. Kampung Kuta
3. Kampung Mahmud
4. Kampung Urug
5. Kampung Dukuh
6. Kampung Naga
7. Kampung Pulo
8. Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar
KAMPUNG ADAT DI JAWA BARAT
Potensi Budaya
a. Sejarah / Asal-usul
Menurut kuncen Kampung Cikondang, konon mulanya di daerah ini ada seke (mata air) yang ditumbuhi pohon besar yang dinamakan Kondang. Oleh karena itu selanjutnya tempat ini dinamakan Cikondang atau kampung Cikondang. Nama itu perpaduan antara sumber air dan pohon Kondang; “Ci” berasal dari kependekan kata “cai” artinya air (sumber air), sedangkan"kondang" adalah nama pohon tadi.
Masih menurut penuturan kuncen, untuk menyatakan kapan dan siapa yang mendirikan kampung Cikondang sangat sulit untuk dipastikan. Namun, masyarakat meyakini bahwa karuhun (Ieluhur) mereka adalah salah seorang wall yang menyebarkan agama Islam di daerah tersebut. Mereka memanggilnya dengan sebutan Uyut Pameget dan Uyut Istri yang diyakini membawa berkah dan dapat ngauban (melindungi) anak cucunya.
Kapan Uyut Pameget dan Uyut Istri mulai membuka kawasan Cikondang menjadi suatu pemukiman atau kapan is datang ke daerah tersebut? Tidak ada bukti konkrit yang menerangkan kejadian itu baik tertulis maupun lisan. Menurut perkiraan seorang tokoh masyarakat, Bumi Adat diperkirakan telah berusia 200 tahun. Jadi, diperkirakan Uyut Pameget dan Uyut Istri mendirikan pemukiman di kampung Cikondang kurang Iebih pada awal abad ke-XIX atau sekitar tahun 1800.
Pada awalnya bangunan di Cikondang ini merupakan pemukiman dengan pola arsitektur tradisional seperti yang digunakan pada bangunan Bumi Adat. Konon tahun 1940-an terdapat kurang Iebih enampuluh rumah. Sekitar tahun 1942 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan semua rumah kecuali Bumi Adat. Tidak diketahui apa yang menjadi penyebab kebakaran itu. Namun ada dugaan bahwa kampung Cikondang dulunya dijadikan persembunyian atau markas para pejuang yang berusaha membebaskan diri dari cengkeraman Belanda. Kemungkinan tempat itu diketahui Belanda dan dibumihanguskan. Selanjutnya, masyarakat di sana ingin membangun kembali rumahnya. Namun karena bahan-bahan untuk membuat rumah seperti Bumi Adat yang berarsitektur tradisional membutuhkan bahan cukup banyak, sementara bahan yang tersedia di hutan keramat tidak memadai, akhirnya mereka memutuskan untuk membangun rumahnya dengan arsitektur yang umum, yang sesuai dengan kemajuan kondisi saat itu. Keinginan ini disampaikan oleh Anom Idil (kuncen) kepada karuhun di makam keramat.
Permohonan mereka dikabulkan dan diizinkan mendirikan rumah dengan arsitektur umum kecuali Bumi adat yang harus tetap dijaga kelestariannya sampai kapanpun. Hingga sekarang Bumi Adat masih tetap utuh seperti dahulu karena Bumi Adat dianggap merupakan "lulugu" (biang) atau rumah yang harus dipelihara dan dilestarikan.
Menurut kuncen Kampung Cikondang, konon mulanya di daerah ini ada seke (mata air) yang ditumbuhi pohon besar yang dinamakan Kondang. Oleh karena itu selanjutnya tempat ini dinamakan Cikondang atau kampung Cikondang. Nama itu perpaduan antara sumber air dan pohon Kondang; “Ci” berasal dari kependekan kata “cai” artinya air (sumber air), sedangkan"kondang" adalah nama pohon tadi.
Masih menurut penuturan kuncen, untuk menyatakan kapan dan siapa yang mendirikan kampung Cikondang sangat sulit untuk dipastikan. Namun, masyarakat meyakini bahwa karuhun (Ieluhur) mereka adalah salah seorang wall yang menyebarkan agama Islam di daerah tersebut. Mereka memanggilnya dengan sebutan Uyut Pameget dan Uyut Istri yang diyakini membawa berkah dan dapat ngauban (melindungi) anak cucunya.
Kapan Uyut Pameget dan Uyut Istri mulai membuka kawasan Cikondang menjadi suatu pemukiman atau kapan is datang ke daerah tersebut? Tidak ada bukti konkrit yang menerangkan kejadian itu baik tertulis maupun lisan. Menurut perkiraan seorang tokoh masyarakat, Bumi Adat diperkirakan telah berusia 200 tahun. Jadi, diperkirakan Uyut Pameget dan Uyut Istri mendirikan pemukiman di kampung Cikondang kurang Iebih pada awal abad ke-XIX atau sekitar tahun 1800.
Pada awalnya bangunan di Cikondang ini merupakan pemukiman dengan pola arsitektur tradisional seperti yang digunakan pada bangunan Bumi Adat. Konon tahun 1940-an terdapat kurang Iebih enampuluh rumah. Sekitar tahun 1942 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan semua rumah kecuali Bumi Adat. Tidak diketahui apa yang menjadi penyebab kebakaran itu. Namun ada dugaan bahwa kampung Cikondang dulunya dijadikan persembunyian atau markas para pejuang yang berusaha membebaskan diri dari cengkeraman Belanda. Kemungkinan tempat itu diketahui Belanda dan dibumihanguskan. Selanjutnya, masyarakat di sana ingin membangun kembali rumahnya. Namun karena bahan-bahan untuk membuat rumah seperti Bumi Adat yang berarsitektur tradisional membutuhkan bahan cukup banyak, sementara bahan yang tersedia di hutan keramat tidak memadai, akhirnya mereka memutuskan untuk membangun rumahnya dengan arsitektur yang umum, yang sesuai dengan kemajuan kondisi saat itu. Keinginan ini disampaikan oleh Anom Idil (kuncen) kepada karuhun di makam keramat.
Permohonan mereka dikabulkan dan diizinkan mendirikan rumah dengan arsitektur umum kecuali Bumi adat yang harus tetap dijaga kelestariannya sampai kapanpun. Hingga sekarang Bumi Adat masih tetap utuh seperti dahulu karena Bumi Adat dianggap merupakan "lulugu" (biang) atau rumah yang harus dipelihara dan dilestarikan.
(2) seni kerajinan tangan tradisional,
Pembuatan angklung di tataran sunda menjadi khasnya
kerajinan tangan sekaligus mendongkrak nilai seni di daerah Jawa Barat ,pemasaran
hingga mancanegara merupakan nilai plus yang di dapat karena dengan demikian
secara global banyak yang mengakui dan mengetahui bahawa angklung merupakan
suatu kebudayaan di Indonesia khususnya Jawa Barat.
(3) pakaian tradisional;
Baju Adat Jawa Barat
Provinsi Jawa Barat yang ibukota Provinsi nya
terletak di Bandung mempunyai beberapa suku, diantaranya Suku Sunda sebagai
suku mayoritas dan suku Badui yang dibedakan menjadi Suku Badui Dalam dan Suku
Badui Luar. Beikut ini adalah informasi penting mengenai pakaian adat Jawa
Barat untuk pria dan wanita :
pakaian tradisional daerah Jawa Barat memiliki
beragam busana dan di golongkan menjadi pakaian rakyat biasa, Pakaian Kaum
Menengah, Pakaian Bangsawan/Menak, Pakaian Mojang dan Jajaka serta pakaian pengantin.
PAKAIAN ADAT PRIA JAWA BARAT :
- Terdiri
dari baju jas dengan kerah menutup leher yang biasa disebut dengan JAS
TAKWA.
- Kain
batik atau lebih dikenal dengan nama KAIN DODOT dengan motif bebas.
- Celana
panjang yang sewarna dengan JAS TAKWA
- Penutup
kepala / BENDO
- Kalung
- Sebilah
keris yang terselip di belakang pinggang
- Alas
kaki atau selop
- Rantai
kuku macan atau jam rantai sebagai hiasan JAS TAKWA
PAKAIAN ADAT WANITA JAWA BARAT :
- Baju
kebaya motif polos dengan hiasan sulam atau manik-manik
- Kain
batik atau disebut juga KAIN KEBAT DILEPE.
- Ikat
pinggang, biasa disebut BEUBEUR yang fungsinya untuk mengancangkan kain
KEBAT DILEPE
- Selendang,
biasa disebut KAREMBONG yang berfungsi sebagai pemanis.
- Beberapa
hiasan kembang goyang yang menghiasi bagian atas kepala serta rangkaian
bunga melati yang menghiasi sanggul rambut
- kalung
- Alas
kaki / selop yang warnanya sama dengan warna kebaya
(4) obat-obatan rakyat;
JAMUR KAYU
Di Indonesia khususnya di Jawa Barat budidaya jamur memiliki
prospek yang cukup cerah karena kondisi alam dan lingkungan yang sangat
mendukung, selain itu bahan baku untuk membuat subtract atau log tanam kayu
cukup berlimpah. Begitu juga bibit jamur yang unggul sudah tersedia di tataran
sunda, sehingga untuk memulai usaha budidaya jamur dalam skala terbatas tidak
perlu untuk membeli bibit dan luar (mengimpor). Jamur kosumsi dan jenis jamur
kayu yang memiliki nilai bisnis tinggi serta luas penggunaannya
Ekstrak teripang
Ekstrak
teripang mengatasi talasemia? Itu bukan kebetulan belaka. Paulo Antonio de
Souza Mourao dari Fakultas Biomedika, Universidade Federal Rio de Janeiro,
Brazil, membuktikannya. Menurut Paulo, glukosaminoglikan dalam teripang mampu
mengatasi tulang rapuh pada penderita talasemia mayor. Senyawa itu berefek
memperbaiki aliran darah dan melancarkan cairan yang tersumbat.
(5) alat-alat musik tradisional;
Alat Musik Tradisional Jawa Barat
Salah satu dari sekian banyak jenis alat musik
tradisional Jawa Barat, adalah instrumen alat musik berbahan dasar bambu. Namun
sayangnya, banyak masyarakat Jabar sendiri tidak tahu potensi dari bambu.
Banyak orang Sunda yang tidak mempedulikan musik daerah sendiri, padahal Jabar
menyimpan banyak potensi.
Ada berbagai macam alat musik tradisoional Sunda
yang terbuat dari bambu, ada pula tari-tarian dan berbagai kuliner khas
Indonesia yang semuanya menggunakan bambu. Hampir seluruh daerah di Indonesia
beberapa alat music tradisionalnya yang menggunakan bambu.
Begitu juga daerah Jawa Barat (Sunda).
Alat Musik Pukul
Kendang
Kendang sunda atau dalam bahasa indonesia gendang
merupakan alat salahsatu alat musik tradisional yang berkategori perkusi. Jika
kita mengenal kendang jawa atau kendang lainnya biasanya hanya satu alat.
Kendang sunda terdiri dari 3 kendang yaitu satu kendang yang berukuran besar
dan 2 lainnya berukuran kecil atau disebut kulantir. Dalam permainannya,
seperangkat kendang tersebut ada yang di ikat dengan tali yang terbuat dari
kulit sapi,kambing, atau kerbau. Sehingga dalam memainkanya pun kendang tidak
akan berpindah-pindah.
Kulanter
bentuk dan bahannya seperti kendang, hanya
ukurannya yang lebih kecil. fungsinya sebagai pengiring kendang tadi.
Gong
terbuat dari tembaga yang dicat keemasan. pada
penggunaannya digantungkan dan di ikat pada tiang kayu. pada pembuataannya gong
belum memiliki nada, untuk mencari nada yang pas, gong akan dikerok dan
dihaluskan sampai tipis hingga ditemukan nada yang pas.
Jengglong
menyerupai gong, hanya ukurannya lebih kecil dan
suaranya lebih ringan. umumnya terdiri dari 5 gong yang digantung dalam satu
kayu.
Bonang
Ini adalah koleksi gong kecil (kadang-kadang
disebut “ceret” atau “pot”) ditempatkan secara horizontal ke string dalam
bingkai kayu (rancak), baik satu atau dua baris lebar. Semua ceret memiliki bos
pusat, tetapi di sekelilingnya yang bernada rendah memiliki kepala datar,
sedangkan yang lebih tinggi memiliki melengkung satu. Masing-masing sesuai
untuk lapangan tertentu dalam skala yang sesuai; sehingga ada yang berbeda
untuk bonang pelog dan slendro . Mereka biasanya memukul dengan tongkat
berlapis (tabuh). Hal ini mirip dengan gong memeluk lain di gamelan itu, kethuk
, kempyang , dan kenong . Bonang dapat ditempa terbuat dari perunggu , dilas
dan dingin-dipalu besi , atau kombinasi dari logam.
ada 3 macam bonang :
ada 3 macam bonang :
1. Bonang panerus adalah yang tertinggi dari
mereka, dan menggunakan ketel terkecil. Pada umumnya mencakup dua oktaf
(kadang-kadang lebih dalam slendro di Solo instrumen-gaya), seluas sekitar
kisaran yang sama dengan saron dan peking gabungan. Ia memainkan irama tercepat
bonang itu, saling layu dengan atau bermain di dua kali kecepatan dari bonang
barung.
2. Bonang barung yang bernada satu oktaf di bawah
bonang panerus, dan juga secara umum mencakup dua oktaf, kira-kira kelas yang
sama dengan demung dan saron gabungan. Ini adalah salah satu instrumen yang
paling penting dalam ansambel tersebut, karena banyak memberikan isyarat untuk
pemain lain dalam gamelan.
3. Bonang Panembung adalah nada terendah. Hal ini
lebih umum di Yogyakarta gamelan gaya, seluas sekitar kisaran yang sama dengan
slenthem dan demung gabungan. Ketika hadir dalam gaya gamelan Solo, mungkin
hanya memiliki satu baris dari enam (slendro) atau tujuh ceret terdengar dalam
daftar yang sama dengan slenthem. Hal ini dicadangkan untuk repertoire yang
paling keras, biasanya memainkan bentuk lain dari balungan .
Alat Musik Tiup
Suling
siapa yang tak tahu suling,,, seua pasti tahu.
terbuuat dari bambu yang dilubangi. terdiri dari 4 atau lubang. berfungsi
sebagai melodi.
Alat Musik Gesek
Rebab
rebab terdiri dari dawai yang digesek. dimainkan
dengan cara digesek dan sambil duduk. bentuknya seperti tiang perahu atau busur
panah. fungsina sebagai melodi
Tarawangsa
seperti rebab hanya beda bentuk di bagian dasarnya,
bila rebab bentuk seperti hati, tarawangsa berbentuk persegi panjang. fugsinya
saja, hanya saja lebih sering digunakan sebagai pengiring di pencak silat.
Alat Musik Getar
Angklung
terbuat dari bambu dan dibentuk sedemkian rupa
hingga menimbulkan suara yang khas. cara membunyikannya dengan cara digetarkan.
masing2 mempunyai nada yang berbeda2 sesuai ukurannya.
Karinding
biasanya terbuat dari bambu atau pohon aren yang
dibentuk sedemikian rupa, disimpan di ulut lalu digetar2kan dengan tangan.
biasanya dipakai di acara2 adat
Alat Musik Petik
Kecapi
terbuat dari kotak berongga yang diberi tali2 senar
dengan berbagai panjang. menyerupai gitar, dipakai dengan cara dipetik.
(6) peralatan dan senjata yang khas tradisional;
Kujang
Kujang dikenal sebagai senjata tradisional masyarakat Jawa Barat (Sunda) yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis.
Beberapa peneliti menyatakan bahwa istilah "kujang"
berasal dari kata kudihyang (kudi dan Hyang. Kujang (juga)
berasal dari kata Ujang, yang berarti manusia atau manusa. Manusia yang sakti
sebagaimana Prabu
Siliwangi.
Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang
mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya
untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit. Senjata ini juga
disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya
dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah
atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur. Sementara itu, Hyang dapat
disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi
masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa, hal ini
tercermin di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang tercermin dalam naskah Sanghyang
Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang”.
Secara
umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan
tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata,
sejak dahulu hingga saat ini
Kujang
menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat
(Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang
terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam
beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun
dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan
tentunya dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.
Di masa
lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena
fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno
Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang
di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat
pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga
saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.
"Segala
macam hasil tempaan, ada tiga macam yang berbeda. Senjata sang prabu ialah:
pedang, abet (pecut), pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa yang
dijadikan dewanya, karena digunakan untuk membunuh. Senjata orang tani ialah: kujang,
baliung, patik, kored, pisau sadap. Detya yang dijadikan dewanya, karena
digunakan untuk mengambil apa yang dapat dikecap dan diminum. Senjata sang
pendeta ialah: kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi. Danawa
yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengerat segala sesuatu, Itulah
ketiga jenis senjata yang berbeda pada sang prebu, pada petani, pada pendeta.
Demikianlah bila kita ingin tahu semuanya, tanyalah pandai besi."
Dengan
perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda,
Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari
sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang
memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai
simbolik dan sakral. Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat
ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12.
Bagian-bagian Kujang
Karakteristik sebuah kujang memiliki sisi tajaman dan nama bagian,
antara lain : papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai panah),
eluk/silih (lekukan pada bagian punggung), tadah (lengkungan menonjol pada
bagian perut) dan mata (lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak).
Selain bentuk karakteristik bahan kujang sangat unik cenderung tipis, bahannya
bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam.
Dalam Pantun Bogor sebagaimana dituturkan oleh Anis Djatisunda
(996-2000), kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi,
kujang terbagi empat antara lain : Kujang Pusaka (lambang keagungan dan
pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak
(sebagai alat upacara) dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang). Sedangkan
berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam
jantan), Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai
burung kuntul/bango), Kujang Badak (menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai
binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak). Disamping itu
terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita
sebagai simbol kesuburan.
Mitologi
Menurut
orang tua ada yang memberikan falsafah yang sangat luhur terhadap Kujang
sebagai;
Ku-Jang-ji
rek neruskeun padamelan sepuh karuhun urang
Janji untuk
meneruskan perjuangan sepuh karuhun urang/ nenek moyang yaitu menegakan
cara-ciri manusa dan cara ciri bangsa. Apa itu?
Cara-ciri
Manusia ada 5
1. Welas
Asih (Cinta Kasih),
2. Tatakrama
(Etika Berprilaku),
3. Undak
Usuk (Etika Berbahasa),
4. Budi
Daya Budi Basa,
5. Wiwaha
Yuda Na Raga ("Ngaji Badan".
Cara-ciri
Bangsa ada 5
1. Rupa,
2. Basa,
3. Adat,
4. Aksara,
5. Kebudayaan
Sebetulnya
masih banyak falsafah yang tersirat dari Kujang yang bukan sekedar senjata
untuk menaklukan musuh pada saat perang ataupun hanya sekedar digunakan sebagai alat bantu lainnya.
(7) makanan dan minuman khas daerah.
Bajigur
merupakan minuman tradisional
khas Jawa Barat yang cukup terkenal. Bajigur punya cita rasa yang unik dan
menyegarkan. Berikut kami sediakan resepnya.
Bahan untuk membuat Resep Minuman Asli Indonesia Bajigur Khas Jawa Barat:
- 125 cc sirup gula jawa
- 750 cc santan dari ½ butir kelapa
- 5 sdt kopi
- ¼ sdt garam
- 1 bungkus vanili
-150 gram kolangkaling yang telah dicuci bersih dan diiris tipis memanjang serta direbus hingga matang.
Bahan untuk membuat Resep Minuman Asli Indonesia Bajigur Khas Jawa Barat:
- 125 cc sirup gula jawa
- 750 cc santan dari ½ butir kelapa
- 5 sdt kopi
- ¼ sdt garam
- 1 bungkus vanili
-150 gram kolangkaling yang telah dicuci bersih dan diiris tipis memanjang serta direbus hingga matang.
Beberapa minuman
khas Sunda yang sangat terkenal diantaranya yaitu:
Ø Bandrek
Ø Bajigur
Ø Sakoteng
Ø Kopi Bandrek
Ø Coklat Bandrek
Ø Teh Bandrek
Ø Beas Cikur
Ø Cendol
Ø Goyobod
Ø es Lilin
Ø Cing-cau
Ø Cai Lahang
Ø dan lain-lain
Sedangkan
beberapa makanan khas Sunda diantaranya yaitu:
Ø Lotek
(Gado-gado)
Ø Karedok
Ø Oncom
Ø Nasi Tutug Oncom
Ø Kupat Tahu
Ø Rujak Bébék
Ø Baso Tahu kukus
Ø Baso Tahu goreng
Ø Mie Kocok
Ø Urab Sampeu
Ø Rujak Peuteuy
Selong
Ø Sambel Tarasi
Ø Manisan buah
Cianjur
Ø Gehu, bala-bala,
comro, misro
Ø dan lain-lain
Makanan
dan minuman tersebut berasal dari masyarakat asli Sunda yang biasa dimakan dan
diminum oleh rakyat biasa, akan tetapi seiring perkembangan jaman makanan dan
minuman tersebut sudah sangat digemari oleh masyarakat modern dan kalangan
atas.
Makanan
dan minuman tersebut juga sudah banyak di sajikan di kafe-kafe, restoran serta
di hotel-hotel berbintang, bahkan menjadi bagian dari jamuan kenegaraan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar