Minggu, 20 Mei 2012



SASTRA BERKAITAN DENGAN FOLKLOR
“ Folklor Jawa Barat "

Folklor Lisan
(1) bahasa rakyat seperti logat bahasa (dialek), slang, bahasa tabu, otomatis ;
Apakah “Sunda” itu merupakan sebuah bahasa ataukah dialek?
Dalam bukunya yg monumental A Comparative Vocabulary of The Malayu, Javan, Madurese, Bali, and Lampung Languages, Raffles menunjukkan keragu-raguannya bagaimana membedakan di antara keduanya (bahasa atau dialek).

Dalam daftar kata, Sunda tidak diberi tempat yang khusus, tetapi dimasukkan ke dalam kolom
“Javan”.  Rupa-rupanya, dalam pandangan Gubernur Jendral Jawa itu, bahasa Sunda dianggap sebagai  sebuah varian saja dari bahasa Jawa.

Bahasa yang dituturkan di wilayah itu adalah Sunda; bahasa ini berbeda dari
bahasa Jawa maupun Melayu, namun di situ ada banyak kata yang muncul
pelan-pelan atau diadopsi dari bahasa-bahasa Jawa dan Melayu. Huruf para
ulama adalah Arab, tapi banyak pula pemimpin lokal yang mengenal huruf itu;
Namun secara umum yang digunakan adalah huruf Jawa.
Faktanya, bahasa Sunda sudah ada sebagai sebuah bahasa yang berbeda di Jawa Barat,

    
Contoh :
   
Gedang  dalam Bahasa sunda merupakan arti dari buah papaya.
 Tetapi untuk di daerah jawa merupakan arti dari buah pisang
 Dan ini merupakan contoh sebagian kecil bahasa yg sama tetapi berbeda makna.

(2) ungkapan tradisional seperti peribahasa dan sindiran;

Sisindiran
Sisindiran merupakan sejenis sastra lisan warisan leluhur yang dalam setiap baitnya terdiri atas empat padalisan (baris). Selanjutnya setiap baris terdiri dari delapan pada (suku kata), sepintas memang mirip pantun Melayu. Akan tetapi dalam hal ini terdapat perbedaan, dimana dalam pantun Melayu satu barisnya berisi sepuluh suku kata.
Dilihat dari bentuknya, sisindiran terbagi atas Rarakitan, Paparikan, dan Wawangsalan. Sedangkan jika dilihat dari isinya, ada yang mengandung cinta kasih, wejangan, dan humor (sesebred).
Perlu diketahui, sisindiran merupakan salah satu budaya Sunda yang nyaris mati, bahkan pada dekade 70-an hampir tidak pernah terdengar masyarakat Sunda bertutur lewat sisindiran. Akan masyarakat seolah tersadar bahwa masih banyak Seni dan Budaya Sunda yang harus di-”mumule” atau dilestarikan.
Bila berbicara Sisindiran yang menjadi sebuah budaya masyarakat Jawa Barat akan langsung teringat pada folklore yang menjadi sebuah kebanggan suatu daerah “Akan tetapi, karena banyak anggotanya yang berorientasi seni, akhirnya berkembang bahasa dan sebuah sastra di daerah tersebut.
Contona:

Jauh-jauh manggul awi,

nyiar-nyiar pimerangeun.

Jauh-jauh neang abdi,

nyiar-nyiar pimelangeun
Cangkang:

Jauh-jauh manggul awi

nyiar-nyiar pimerangeun
Eusi:

Jauh-jauh neang abdi,

nyiar-nyiar pimelangeun



(3) pertanyaan tradisonal yang dikenal sebagai teka-teki;

Tatarucingan Basa Sunda atau tebak-tebakan dalam bahasa Sunda merupakan salah satu dari sekian banyak kekayaan budaya Sunda. Tatarucingan sering digunakan sebagai sarana hiburan dan bahan candaan antar orang Sunda. Ada banyak jenis Tatarucingan, ada yang jawabannya nyambung dan menguji kecerdasan, ada juga yang hanya berupa plesetan.
Nah, berikut adalah sejumlah Tatarucingan Bahasa Sunda atau teka-teki alias tebak-tebakan dalam Bahasa Sunda beserta jawabannya, yang masih sbisa diingat dan sering jadi bahan candaan bersama teman.
Contoh :
Tukang, tukang naon nu bisa ngeureunkeun nu pasea? – Tukang Pajangan (Pa jangan – pa jangan)
·         Dicabak emoy ditakol ngabelendrang naon? -> Tai kotok diluhur dreum
·         Budak leutik ngambay peujit -> jarum jeung benang
·         Dicekek beuheungna dieleketek beuteungna -> Gitar
·         Di dedet-dedet… di goyang-goyang… lamun diangkat bijil cai anu bodas? -> Ngisikan beas
·         Kunaon tukang bubur nakolan mangkok? -> Ku sendok
·         Ari nu palsu najan mahal ge diteangan, ari nu asli najan dibere loba nu embung? – Huntu
·         Panjang, hideung, ageung, ayana di tengah-tengah pingping -> Jok motor
·         Pami jenengan alitna Bapak Sudirman teh saha? -> Sudirboy
·         Tahu naon nu pangbauna? -> Tah huntu maneh
·         Naon bedana motor jeung monyet? -> Motor mah kawasaki, monyet mah kawas nu maca hehe…

(4) sajak dan puisi rakyat, seperti pantun dan syair;

Sajak dan puisi rakyat merupaka kebudayaan yang terdapat disetiap belahan daerah ,tetapi setiap apa yang menjadi budaya suatu daearah memiliki cirri khas dr masing-masing wilayah begitu pun di tataran sunda.

Contoh ;

NGADU PANGGAL

Prung tarung di pakalangan
nu jadi kawih pamuka:

“Tung-tung-brung
kali tanjung
barangbang kali parangpang
padakutik padasemprung”.

Breng panggal diparuihkeun
muih dina jero kalang
beletak papada panggal
panggal ngacleng ngagolépak
panggal muih pangleletna
punjul ngajadi raja.

(5) cerita prosa rakyat, cerita prosa rakyat dapat dibagi ke dalam tiga golongan besar, yaitu: mite (myth), legenda (legend), dan dongeng (folktale), seperti Malin Kundang dari Sumatra Barat, Sangkuriang dari Jawa Barat

Cerita Rakyat dari Jawa Barat: Sangkuriang
( merupakan legenda yang menjadi khas daearah Jawa Barat legenda ini menjadi sebuah cerita awal mula terbentuknya Gunung Tangkuban Parahu di daerah Bandung)
Isi cerita ;
Pada zaman dahulu, tersebutlah kisah seorang puteri raja di Jawa Barat bernama Dayang Sumbi. Ia mempunyai seorang anak laki-laki yang diberi nama Sangkuriang. Anak tersebut sangat gemar berburu Ia berburu dengan ditemani oleh Tumang, anjing kesayangan istana. Sangkuriang tidak tahu, bahwa anjing itu adalah titisan dewa dan juga bapaknya.

Pada suatu hari Tumang tidak mau mengikuti perintahnya untuk mengejar hewan buruan. Maka anjing tersebut diusirnya ke dalam hutan. Ketika kembali ke istana, Sangkuriang menceritakan kejadian itu pada ibunya. Bukan main marahnya Dayang Sumbi begitu mendengar cerita itu. Tanpa sengaja ia memukul kepala Sangkuriang dengan sendok nasi yang dipegangnya. Sangkuriang terluka. Ia sangat kecewa dan pergi mengembara.

Setelah kejadian itu, Dayang Sumbi sangat menyesali dirinya. Ia selalu berdoa dan sangat tekun bertapa. Pada suatu ketika, para dewa memberinya sebuah hadiah. Ia akan selamanya muda dan memiliki kecantikan abadi. Setelah bertahun-tahun mengembara, Sangkuriang akhirnya berniat untuk kembali ke tanah airnya. Sesampainya disana, kerajaan itu sudah berubah total. Di sana dijumpainya seorang gadis jelita, yang tak lain adalah Dayang Sumbi. Terpesona oleh kecantikan wanita tersebut maka, Sangkuriang melamarnya. Oleh karena pemuda itu sangat tampan, Dayang Sumbi pun sangat terpesona padanya.

Pada suatu hari Sangkuriang minta pamit untuk berburu. Ia minta tolong Dayang Sumbi untuk merapikan ikat kepalanya. Alangkah terkejutnya Dayang Sumbi ketika melihat bekas luka di kepala calon suaminya. Luka itu persis seperti luka anaknya yang telah pergi merantau. Setelah lama diperhatikannya, ternyata wajah pemuda itu sangat mirip dengan wajah anaknya. Ia menjadi sangat ketakutan. Maka kemudian ia mencari daya upaya untuk menggagalkan proses peminangan itu. Ia mengajukan dua buah syarat. Pertama, ia meminta pemuda itu untuk membendung sungai Citarum. Dan kedua, ia minta Sangkuriang untuk membuat sebuah sampan besar untuk menyeberang sungai itu. Kedua syarat itu harus sudah dipenuhi sebelum fajar menyingsing.

Malam itu Sangkuriang melakukan tapa. Dengan kesaktiannya ia mengerahkan makhluk-makhluk gaib untuk membantu menyelesaikan pekerjaan itu. Dayang Sumbi pun diam-diam mengintip pekerjaan tersebut. Begitu pekerjaan itu hampir selesai, Dayang Sumbi memerintahkan pasukannya untuk menggelar kain sutra merah di sebelah timur kota. Ketika menyaksikan warna memerah di timur kota, Sangkuriang mengira hari sudah menjelang pagi. Ia pun menghentikan pekerjaannya. Ia sangat marah oleh karena itu berarti ia tidak dapat memenuhi syarat yang diminta Dayang Sumbi.
Dengan kekuatannya, ia menjebol bendungan yang dibuatnya. Terjadilah banjir besar melanda seluruh kota. Ia pun kemudian menendang sampan besar yang dibuatnya. Sampan itu melayang dan jatuh menjadi sebuah gunung yang bernama “Tangkuban Perahu.”


(6) nyanyian rakyat,

Gaok adalah suatu jenis (genre) nyanyian dalam budaya Sunda. Kebanyakan dilakukan secara "komunal," oleh beberapa penyanyi (3, 4, bahkan sampai belasan orang), yang pada masa lalu, datang secara bebas (suka-rela) bukan merupakan suatu grup tetap, hampir tak berbeda dengan para penontonnya. Seseorang membacakan wawacan, yang terdiri dari bait-bait syair, dan begitu selesai satu baris, teks itu segera "diambil" oleh salah seorang penyanyi, dengan dinyanyikan. Begitu selesai nyanyian, si pembaca membacakan baris kedua, yang segera juga "diambil" oleh penyanyi dengan melantunkannya. Dan demikian seterusnya.

Mengenai siapa penyanyi yang akan menyanyikan teks yang dibacakan itu, pun dilakukan spontan, tidak ditentukan urutannya. Siapa saja yang paling dahulu bersuara, yang lain tak boleh merampasnya. Tentu sering terjadi dua atau tiga orang penyanyi secara bersamaan angkat suara, mereka harus mengalah untuk tidak melanjutkannya, sehingga yang menyanyikan baris secara penuh hanya seorang saja--dan juga biasa terjadi semuanya berhenti untuk memberi kesempatan pada salah seorang dari mereka. Sebagai peristiwa komunal, kejadian seperti itu bukanlah hal yang penting untuk "dinilai" sebagai kebaikan atau kegagalan pertunjukan, malah dianggap sesuatu yang menambah suasana keriangan.
Demikian pula ketika si penyanyi tidak mengikuti teks pembacaan secara tepat, maklum ia terburu (secara sengaja agar nyanyian tak terputus) untuk melantunkan sebelum baris itu dibaca selesai. Kata-kata yang "salah" itu menjadi suatu yang lucu, bahan tertawa, dan tidak menghasilkan kredit buruk pada penyanyinya.

Gaok (di beberapa wilayah disebut beluk), umumnya dinyanyikan dalam wilayah nada tinggi, banyak memakai "suara kepala dan dengan lantunan panjang, satu baris satu nafas.
Seorang penyanyi menyanyikan satu-dua bait saja dari suatu lagu (pupuh), yang kemudian diganti oleh penyanyi lainnya. Ada suatu standar dari suatu lagu itu, yang bisa disebut melodi atau kontur dasar, namun variasinya sangat banyak karena dilakukan spontan sehingga setiap orang bergantung pada selera dan kemampuan suaranya masing-masing.

Kesenian ini diadakan untuk suatu acara syukuran, hajatan individu. Si empunya hajat mengundang warga kampung untuk acara itu, dengan memberitahukan akan diadakan gaok. Si empunya hajat menyediakan (milik sendiri atau pinjaman) buku untuk dibaca, tapi karena bukan suatu grup yang formal, baik pembaca maupun penyanyinya akan tergantung pada para tamu yang datang itu.
Cerita dari wawacan ("bacaan") tidak terlalu banyak jumlahnya. Yang sering dibacakanpada tahun 1960an di daerah Majalengka, umpamanya, adalah Sulanjana, Rengganis, dan Panji    Wulung, maklum tradisi membaca dalam seni pertunjukan belum terlalu lama, sertawawacan yang berupa pupuh ini pun merupakan pengaruh baru dari Mataram. Tradisi ini, dimana ada satu orang pembaca, dan para penyanyi menyanyikan yang dibacakan itu, mungkinawalnya karena di desa-desa tak banyak orang bisa membaca, termasuk para penyanyi. Jadi,walaupun gaok adalah kesenian yang bersumber pada bacaan (literatur) aspek kelisanan dalam tradisi ini sangat tinggi. Yang serupa dengan gaok atau beluk di Sunda, adalah bujangga di Indramayu-Cirebon)

                                                Folklor sebagian Lisan

(1) kepercayaan dan takhayul;

Tradisi Pantangan dan Kuwalat
        Tradisi ini merupakan bentuk folklore, yang tidak diketahui siapa pencipta dan asalnya, pantangan ini digunakan sebagai saran atau himbauan. Diantaranya adalah :
a) dilarang membuang sampah ke sungai, jka ada buaya yang memangsanya itu adalah kuwalat baginya karena telah mencemarkan sungai.
b) untuk mencegah sepasang buaya putih penunggu sungai marah, masyarakat Melayu Betawi  "nyugu" dengan membawa sesajen kembang tujuh rupa, telor ayam mentah, bekakak ayam, dan nasi kuning.
c) tradisi menghormati sepasang buaya putih, masih tercermin dalam adat perkawinan Melayu Betawi yang mengharuskan dalam pinangan pihak mempelai laki-laki membawa sepasang roti buaya.
d) sampah harus ditabun, maka nabun atau membakar sampah merupakan  kebiasaan orang Melayu Betawi dan menebang pohon pun tidak boleh sembarangan, karena dalam pohon kayu yang besar terdapat penunggu yang akan marah bila pohon kayu itu ditebang secara sembarangan.
       kuwalat dan ketulah sangat sulit dibedakan artinya. kuwalat atau kewalat berarti kena walat. ketulah berarti kena tulah, walat dan tulah adalah kena bencana, kesialan (istilaha bahasa Melayu-Betawi "sial dangkalan")
       Dalam sistem kepercayaan lama, kekuasan yang maha tinggi dipercaya adalah berupa para dewa-dewa dan dewa-dewa itu mempunyai kepala dewa (dewa tertinggi). Kebiasaan 'nyuguin' dan 'ngukup' adalah kebiasaan untuk menghormati dewa-dewa. nyuguin (berupa sesajen dalam masyarakat Jawa) dan diungkupin (yaitu dengan membakar kemenyan yang asap-asapnya dibawa ke setip sudut rumah)

(2) permainan dan hiburan rakyat setempat;

Permainan rakyat tersebar di daerah Jawa Barat, dan merupakan bagian dari folklore. Kecenderungan manusia untuk menikmati suatu permainan yang mendidik dan menggembirakan, sebenarnya bersifat universal, namun tiap daerah atau tempat memiliki cara yang berlainan. Masyarakat Jawa Barat sejak jaman dulu telah memiliki banyak permainan yang dilakukan terutama oleh anak-anak pada waktu senggang. Bila permainan rakyat yang ada di Jawa Barat kita kaji ternyata bersifat edukatif; mengandung unsur pendidikan jasmani, kecermatan, kelincahan, daya pikir, apresiasi artistik (unsur seni), kesegaran psikologis dan sebagainya. Keterampilan berprestasi yang bersifat hiburan dalam wujud permainan rakyat kita jumpai di mana-mana.
 macam permainan rakyat daerah Jawa Barat contohnya adalah :

Ucing Kuriling
Permainan ini dilakukan anak-anak dan tidak terbatas banyaknya. Dilakukan di tempat yang agak luas dengan membuat garis lingkaran yang garis tengahnya kira-kira 4 sampai 5 m.
Yang menjadi kucing berada di atas garis lingkaran sedangkan yang menjadi tikusnya mangsanya di dalam lingkaran. Apabila mangsanya kena tepukan kucing maka ia akan berbalik menjadi kucing. Permainan ini melatih kecekatan dan sportifitas, di samping merupakan hiburan yang mengasyikkan.


3) teater rakyat, seperti lenong, ketoprak, dan ludruk;

Gekbreng (Teater Tradisional Jawa Barat)


Sukabumi adalah salah satu kebupaten yang ada di Jawa Barat. Di sana ada teater khas yang bernama “Gekbreng”. Kesenian yang berupa drama tari ini bersifat humor yang menceritakan tentang kehidupan masyarakat sehari-hari. Nama gekbreng itu sendiri merupakan gabungan dari dua kata, yaitu “gek” dan “breng” yang artinya “duduk seketika”. Dengan demikian, gekbreng dapat diartikan ketika seseorang duduk, saat itu pula riuh rendah bunyi gamelan memulai aksi pementasan. Kesenian gekbreng diciptakan oleh Abah Ba’i pada tahun 1918, setelah tamat berguru pada seorang seniman longser yang bernama Abah Emod alias Abah Soang di Kampung Situ Gentang Ranji, Sukabumi.

Konon, kesenian ini timbul dari reaksi masyarakat atas ketidak-adilan yang dilakukan oleh para penguasa waktu itu. Dengan daya kekreatifannya, Abah Ba’i menangkap keluhan-keluhan masyarakat terhadap penguasa itu dan meramunya menjadi suatu bentuk drama tari yang bersifat humor yang kemudian disebut gekbreng. Jadi, dahulu gekbreng adalah suatu kesenian yang bertujuan untuk mengingatkan para penguasa melalui sindiran-sindiran halus yang disampaikan dengan gaya humor agar jangan terlalu sewenang-wenang dalam menggunakan kekuasaannya.

Peralatan, Tempat dan Busana

Peralatan musik yang digunakan untuk mengiring pertunjukan gekbreng adalah seperangkat gamelan berlaras selendro yang terdiri dari: (1) kendang; (2) terompet; (3) ketuk tilu; (4) rebab; (5) rincik; dan (6) gong.

Pertunjukan gekbreng biasanya diadakan di tempat terbuka atau tempat yang agak luas, seperti pendopo atau halaman rumah. Para penontonnya duduk berkeliling membentuk huruf U atau tapal luda. Demikian pula mengenai dekorasi panggungnya, terkesan cukup seadanya dan bahkan bersifat abstrak imajiner. Pertunjukan teater rakyat ini dapat dilakukan pada siang maupun malam hari. Pada malam hari, sebagai pencahayaan dipergunakan obor tradisional bersumbu tiga yang disebut oncor.

Busana yang dipakai oleh para pemain gekbreng dibagi menjadi dua bagian, yaitu busana penari keplok cendol dan busana penari ketuk tilu. Penari keplok cendol mengenakan busana kebaya lengan pendek, kain batik dan selendang. Sedangkan, penari ketul tilu mengenakan busana kebaya lengan pendek, kain batik, celana pangsi, dan selendang yang kadang-kadang dililitkan di pinggang. Sementara itu, busana yang dikenakan oleh para pemain lainnya adalah busana yang biasa dikenakannya sehari-hari, yaitu baju atau kaos oblong dan celana panjang.

Pertunjukan Gekbreng

Oleh karena yang menciptakan adalah seorang seniman longser, maka pertunjukan gekbreng bentuknya mendekati kesenian longser. Pertunjukan gekbreng diawali dengan tatalu (overtur tradisional) dan kemudian berlanjut dengan wawayangan, yaitu penampilan tari awal yang dilakukan oleh semua pemain wanita (ronggeng). Setelah wawayangan, disusul dengan penampilan tari keplok cendol yang biasanya dibawakan oleh primadona panggung.

Pada akhir keplok cendol akan muncul beberapa orang pelawak dalam arena yang menggoyang senyum dan tawa penonton. Para pelawak ini tidak hanya sekedar melawak, tetapi juga memainkan tarian ketuk tilu atau jenis tarian lainnya yang berakar pada gerakan-gerakan pencak silat. Kemudian dimulailah babak-babak lakon pendek yang berselang-seling dengan adegan-adegan lawakan. Pada pertengahan lakon ada suatu babak khusus yang menampilkan penari-penari wanita untuk memasuki kerumunan penonton sambil nyarayudu, yaitu menadahkan alat apa saja (lazimnya kenong yang mirip cawan), meminta uang saweran secara sukarela dari para penonton. Sambil menyawer biasanya para penonton ikut menari (ngibing) bersama para penari wanita itu secara bergiliran. Saat menari ini para pemain akan diiringi lagu-lagu yang juga biasanya dikumandangkan dalam kesenian longser, yaitu: gonjing, kidung, buah kawung, goreng, serendet, macan ucul, jiro, bendrong petiti, sapu nyerepegat simpai. Setelah acara nyawer, kemudian babak lakon dilanjutkan kembali hingga berakhirnya pertunjukan. (gufron)

(4) tari rakyat, seperti tayuban, doger, jaran, kepang, dan ngibing, ronggeng;
Kesenian daerah Jawa Barat beraneka ragam. Seni pertunjukannya pun meliputi seni karawitan, seni tari, atau teater tradisional. Selain itu juga terdapat banyak seni ukir seperti, wayang golek dan topeng. Seni kerajinan tangan pun tak kalah menariknya, misalnya batik, anyaman, payung, dan tenun.

Wayang golek adalah seni pertunjukan yang mempergunakan golek atau sejenis boneka dengan menampilkan cerita Ramayana dan Mahabarata yang dilakukan seorang dalang.

Degung adalah seni karawitan atau gamelan Sunda klasik dengan instrumen sederhana serta iringan lagu yang halus. Instrumennya terdiri dari bonang sebagai melodi, suling atau rincik, kendang, jeglong, dan lain-
Ø  Tarian-tarian tradisional terkenal dari Jawa Barat antara lain adalah 
Ø  Gotong Sisingaan. 
Ø   Ketuk Tilu. 
Ø  Topeng Cirebon. 
Ø  Cimade dan 
Ø  Serimpi.
Ø  Wayang Golek
Ø  Sisingaan
Ø  Tari Ketuk Tilu
Ø  Debus
Ø  Kuda Lumping
Ø  dan lain-lain
 (5) adat kebiasaan, seperti pesta selamatan, dan khitanan;

A. Upacara Adat Seren Taun
Upacara Seren Taun yaitu upacara adat yang intinya mengangkut padi (ngakut pare) dari sawah ke leuit (lumbung padi) dengan menggunakan pikulan khusus yang disebut rengkong dengan diiringi tabuhan musik tradisional. Selanjutnya di adakan riungan (pertemuan) antara sesepuh adat pemuka masyarakat dengan pejabat pemerintah setempat. Dalam riungan tersebut antara lain Disampaikan kabar gembira kepada pejabat setempat mengenai keberhasilan panen (hasil tani) dan kesejahteraan masyarakat yang dicapai dalam kurun waktu yang telah dilalui. Salah satu ciri khas upacara seren taun adalah melalukan seba, yaitu menyampaikan aneka macam hasil panen kepada pejabat setempat agar ikut menikmati hasil tani mereka. Salah satu tujuan upacara seren taun ini adalah ungkapan rasa syukur kepada Tuhan atas keberhasilannya bertani serta mengharapkan pada masa mendatang akan lebih berhasil lagi. Upacara seren taun dapat dijumpai di Kasepuhan Sirnarasa Cisolok-Sukabumi Selatan, Cigugur Kuningan dan Baduy-Lebak/Banten.

(6) upacara tradisional seperti tingkeban, turun tanah, dan temu manten

Upacara Baritan (Indramayu)

Nama Upacara
Upacara yang dimaksud adalah upacara Baritan. Upacara Baritan adalah upacara yang dilaksanakan untuk menolak wabah penyakit.

Kata baritan kemungkinan berasal dari bahasa Sunda yang artinya “waktu menjelang magrib” antara pukul 16.00 sampai18.00. Baritan = buritan, burit artinya malam, ini ada kaitannya dengan waktu penyelenggaraan upacara.

Maksud dan Tujuan Upacara
Maksud dan tujuan diselenggarakannya upacara Baritan adalah memohon kepada Tuhan yang Maha Esa agar masyarakat setempat dijauhkan dari musibah wabah penyakit.

Waktu Penyelenggaraan Upacara
Upacara Baritan dilaksanakan ketika suatu daerah terserang wabah penyakit yang mudah menular seperti kolera, malaria, tipes, muntaber, dan desentri. Waktu tepatnya biasanya pada hari Kamis petang atau malam Jumat.

Tempat Penyelenggaraan Upacara
Upacara Baritan dilaksanakan di perempatan jalan.

Teknis Penyelenggaraan Upacara
Upacara Baritan dilaksanakan oleh anggota masyarakat yang terkena wabah penyakit, secara massal. Pemberitahuan tentang akan dilaksanakannya Upacara Baritan ini dengan cara gethok tular atau dari rumah ke rumah. Pelaksanaan informasi gethok tular digagas dan dikomandoi oleh para sesepuh setempat. Pimpinan upacaranya adalah salah seorang dari sesepuh tersebut.

Pihak-Pihak yang Terlibat Upacara
Pihak yang terlibat upacara adalah anggota masyarakat dan para sesepuh setempat.

Persiapan dan Perlengkapan Upacara
Anggota masyarakat yang akan melaksanakan upacara Baritan membuat nasi tumpeng dilengkapi dengan lauk-pauk. Nasi tumpeng ini bukan suatu keharusan. Artinya, kalau memang tidak mampu menyediakan atau membuat nasi tumpeng bisa diganti dengan kue-kue atau buah-buahan saja.

Jalannya Upacara
Anggota masyarakat mengirimkan atau mengumpulkan nasi tumpeng, tentu saja bagi yang membuat tumpeng. Sedangkan yang tidak membuat tumpeng, mengumpulkan kue-kue atau buah-buahan. Tumpeng, kue-kue, atau buah-buahan tersebut dikumpulkan di suatu perempatan jalan yang telah ditentukan sebagai tempat pelaksanaan upacara Baritan.

Setelah semua anggota masyarakat kumpul, salah seorang sesepuh setempat memimpin tahlilan dan doa yang isinya memohon kepada Allah agar mereka yang sedang terkana musibah wabah penyakit itu terhindar dari penyakit tersebut.

Seusai upacara, sesaji berupa nasi tumpeng, kue, dan buah-buahan dihajatkan kepada orang-orang tua yang berhak menerimanya dan kepada anak-anak yang berkerumun di sana, istilahnya bancakan.

(7) pesta rakyat tradisional seperti bersih desa dan meruwat.


Sedekah Bumi (Indramayu)


Nama yang dimaksud adalah Sedekah Bumi.Maksud dan tujuan diselenggarakannya upacara Sedekah Bumi adalah permohonan para petani agar hasil tani pada periode yang akan datang berhasil dengan baik. Sedekah Bumi diselenggarakan menjelang musim tanam padi. Sama halnya dengan Mapag Sri, Sedekah Bumi diselenggarakan di sawah demplot yaitu sawah percontohan milik perorangan yang dikelola secara bersama-sama. Tidak semua desa memiliki sawah demplot. Kalau di suatu desa yang akan menyelenggarakan Sedekah Bumi tidak memiliki sawah demplot, maka Sedekah Bumi diselenggarakan di sawah yang letaknya strategis yaitu di pinggir jalan, pematangnya yang luas, dan hasil sawahnya baik. Tempat lain yang digunakan adalah pendopo desa yaitu tempat dilaksanakannya keramaian berupa pertunjukan wayang kulit purwa.
Pertunjukan wayang kulit purwa ini sebagai isyarat atau pengumuman kalau sudah waktunya para petani bersiap-siap untuk mengerjakan sawahnya masing-masing. Sebelum menginjak ke upacara, pemuka desa bermusyawarah untuk membicarakan pelaksanaan upacara menjelang tanam padi. Usai musyawarah melakukan pemungutan dana yang bersarnya bergantung kemampuan masing-masing. Setelah dana terkumpul baru diadakan keramaian.


Sedekah Bumi melibatkan banyak pihak. Pertama adalah punduh yaitu orang yang memimpin acara. Seorang punduh adalah orang yang dituakan. figur yang memiliki kemampuan berkomunikasi dengan kekuatan supernatural. Selain punduh, adalah kelompok tani atau para petani, dan aparat desa. Pada Sedekah Bumi biasanya tamu yang datang dari tingkat kecamatan.










Folklor Bukan Lisan

(1) arsitektur bangunan rumah yang tradisional, seperti Joglo di Jawa, Rumah Gadang di Minangkabau, Rumah Betang di Kalimantan, dan Honay di Papua;
RUMAH ADAT
DI JAWA BARAT :
1. Rumah Adat Citalang
2. Rumah Adat Lengkong
3. Rumah Adat Panjalin

KAMPUNG ADAT DI JAWA BARAT
1. Kampung Cikondang
2. Kampung Kuta
3. Kampung Mahmud
4. Kampung Urug
5. Kampung Dukuh
6. Kampung Naga
7. Kampung Pulo
8. Kampung Gede Kasepuhan Ciptagelar
KAMPUNG ADAT DI JAWA BARAT

Potensi Budaya

a. Sejarah / Asal-usul
Menurut kuncen Kampung Cikondang, konon mulanya di daerah ini ada seke (mata air) yang ditumbuhi pohon besar yang dinamakan Kondang. Oleh karena itu selanjutnya tempat ini dinamakan Cikondang atau kampung Cikondang. Nama itu perpaduan antara sumber air dan pohon Kondang; “Ci” berasal dari kependekan kata “cai” artinya air (sumber air), sedangkan"kondang" adalah nama pohon tadi.

Masih menurut penuturan kuncen, untuk menyatakan kapan dan siapa yang mendirikan kampung Cikondang sangat sulit untuk dipastikan. Namun, masyarakat meyakini bahwa karuhun (Ieluhur) mereka adalah salah seorang wall yang menyebarkan agama Islam di daerah tersebut. Mereka memanggilnya dengan sebutan Uyut Pameget dan Uyut Istri yang diyakini membawa berkah dan dapat ngauban (melindungi) anak cucunya.

Kapan Uyut Pameget dan Uyut Istri mulai membuka kawasan Cikondang menjadi suatu pemukiman atau kapan is datang ke daerah tersebut? Tidak ada bukti konkrit yang menerangkan kejadian itu baik tertulis maupun lisan. Menurut perkiraan seorang tokoh masyarakat, Bumi Adat diperkirakan telah berusia 200 tahun. Jadi, diperkirakan Uyut Pameget dan Uyut Istri mendirikan pemukiman di kampung Cikondang kurang Iebih pada awal abad ke-XIX atau sekitar tahun 1800.

Pada awalnya bangunan di Cikondang ini merupakan pemukiman dengan pola arsitektur tradisional seperti yang digunakan pada bangunan Bumi Adat. Konon tahun 1940-an terdapat kurang Iebih enampuluh rumah. Sekitar tahun 1942 terjadi kebakaran besar yang menghanguskan semua rumah kecuali Bumi Adat. Tidak diketahui apa yang menjadi penyebab kebakaran itu. Namun ada dugaan bahwa kampung Cikondang dulunya dijadikan persembunyian atau markas para pejuang yang berusaha membebaskan diri dari cengkeraman Belanda. Kemungkinan tempat itu diketahui Belanda dan dibumihanguskan. Selanjutnya, masyarakat di sana ingin membangun kembali rumahnya. Namun karena bahan-bahan untuk membuat rumah seperti Bumi Adat yang berarsitektur tradisional membutuhkan bahan cukup banyak, sementara bahan yang tersedia di hutan keramat tidak memadai, akhirnya mereka memutuskan untuk membangun rumahnya dengan arsitektur yang umum, yang sesuai dengan kemajuan kondisi saat itu. Keinginan ini disampaikan oleh Anom Idil (kuncen) kepada karuhun di makam keramat.
Permohonan mereka dikabulkan dan diizinkan mendirikan rumah dengan arsitektur umum kecuali Bumi adat yang harus tetap dijaga kelestariannya sampai kapanpun. Hingga sekarang Bumi Adat masih tetap utuh seperti dahulu karena Bumi Adat dianggap merupakan "lulugu" (biang) atau rumah yang harus dipelihara dan dilestarikan.


(2) seni kerajinan tangan tradisional,
 
Pembuatan angklung di tataran sunda menjadi khasnya kerajinan tangan sekaligus mendongkrak nilai seni di daerah Jawa Barat ,pemasaran hingga mancanegara merupakan nilai plus yang di dapat karena dengan demikian secara global banyak yang mengakui dan mengetahui bahawa angklung merupakan suatu kebudayaan di Indonesia khususnya Jawa Barat.

(3) pakaian tradisional;

Baju Adat Jawa Barat

Provinsi Jawa Barat yang ibukota Provinsi nya terletak di Bandung mempunyai beberapa suku, diantaranya Suku Sunda sebagai suku mayoritas dan suku Badui yang dibedakan menjadi Suku Badui Dalam dan Suku Badui Luar. Beikut ini adalah informasi penting mengenai pakaian adat Jawa Barat untuk pria dan wanita :
pakaian tradisional daerah Jawa Barat memiliki beragam busana dan di golongkan menjadi pakaian rakyat biasa, Pakaian Kaum Menengah, Pakaian Bangsawan/Menak, Pakaian Mojang dan Jajaka serta pakaian pengantin.

PAKAIAN ADAT PRIA JAWA BARAT :
  • Terdiri dari baju jas dengan kerah menutup leher yang biasa disebut dengan JAS TAKWA.
  • Kain batik atau lebih dikenal dengan nama KAIN DODOT dengan motif bebas.
  • Celana panjang yang sewarna dengan JAS TAKWA
  • Penutup kepala / BENDO
  • Kalung
  • Sebilah keris yang terselip di belakang pinggang
  • Alas kaki atau selop
  • Rantai kuku macan atau jam rantai sebagai hiasan JAS TAKWA
PAKAIAN ADAT WANITA JAWA BARAT :
  • Baju kebaya motif polos dengan hiasan sulam atau manik-manik
  • Kain batik atau disebut juga KAIN KEBAT DILEPE.
  • Ikat pinggang, biasa disebut BEUBEUR yang fungsinya untuk mengancangkan kain KEBAT DILEPE
  • Selendang, biasa disebut KAREMBONG yang berfungsi sebagai pemanis.
  • Beberapa hiasan kembang goyang yang menghiasi bagian atas kepala serta rangkaian bunga melati yang menghiasi sanggul rambut
  • kalung
  • Alas kaki / selop yang warnanya sama dengan warna kebaya

 (4) obat-obatan rakyat;
JAMUR KAYU
Di Indonesia khususnya di Jawa Barat budidaya jamur memiliki prospek yang cukup cerah karena kondisi alam dan lingkungan yang sangat mendukung, selain itu bahan baku untuk membuat subtract atau log tanam kayu cukup berlimpah. Begitu juga bibit jamur yang unggul sudah tersedia di tataran sunda, sehingga untuk memulai usaha budidaya jamur dalam skala terbatas tidak perlu untuk membeli bibit dan luar (mengimpor). Jamur kosumsi dan jenis jamur kayu yang memiliki nilai bisnis tinggi serta luas penggunaannya
Ekstrak teripang
Ekstrak teripang mengatasi talasemia? Itu bukan kebetulan belaka. Paulo Antonio de Souza Mourao dari Fakultas Biomedika, Universidade Federal Rio de Janeiro, Brazil, membuktikannya. Menurut Paulo, glukosaminoglikan dalam teripang mampu mengatasi tulang rapuh pada penderita talasemia mayor. Senyawa itu berefek memperbaiki aliran darah dan melancarkan cairan yang tersumbat.



(5) alat-alat musik tradisional;

 

Alat Musik Tradisional Jawa Barat


Salah satu dari sekian banyak jenis alat musik tradisional Jawa Barat, adalah instrumen alat musik berbahan dasar bambu. Namun sayangnya, banyak masyarakat Jabar sendiri tidak tahu potensi dari bambu. Banyak orang Sunda yang tidak mempedulikan musik daerah sendiri, padahal Jabar menyimpan banyak potensi.

Ada berbagai macam alat musik tradisoional Sunda yang terbuat dari bambu, ada pula tari-tarian dan berbagai kuliner khas Indonesia yang semuanya menggunakan bambu. Hampir seluruh daerah di Indonesia beberapa alat music tradisionalnya yang menggunakan bambu.
Begitu juga daerah Jawa Barat (Sunda).

Alat Musik Pukul 

Kendang
Kendang sunda atau dalam bahasa indonesia gendang merupakan alat salahsatu alat musik tradisional yang berkategori perkusi. Jika kita mengenal kendang jawa atau kendang lainnya biasanya hanya satu alat. Kendang sunda terdiri dari 3 kendang yaitu satu kendang yang berukuran besar dan 2 lainnya berukuran kecil atau disebut kulantir. Dalam permainannya, seperangkat kendang tersebut ada yang di ikat dengan tali yang terbuat dari kulit sapi,kambing, atau kerbau. Sehingga dalam memainkanya pun kendang tidak akan berpindah-pindah.
Kulanter
bentuk dan bahannya seperti kendang, hanya ukurannya yang lebih kecil. fungsinya sebagai pengiring kendang tadi.
Gong
terbuat dari tembaga yang dicat keemasan. pada penggunaannya digantungkan dan di ikat pada tiang kayu. pada pembuataannya gong belum memiliki nada, untuk mencari nada yang pas, gong akan dikerok dan dihaluskan sampai tipis hingga ditemukan nada yang pas.
Jengglong
menyerupai gong, hanya ukurannya lebih kecil dan suaranya lebih ringan. umumnya terdiri dari 5 gong yang digantung dalam satu kayu.
Bonang
Ini adalah koleksi gong kecil (kadang-kadang disebut “ceret” atau “pot”) ditempatkan secara horizontal ke string dalam bingkai kayu (rancak), baik satu atau dua baris lebar. Semua ceret memiliki bos pusat, tetapi di sekelilingnya yang bernada rendah memiliki kepala datar, sedangkan yang lebih tinggi memiliki melengkung satu. Masing-masing sesuai untuk lapangan tertentu dalam skala yang sesuai; sehingga ada yang berbeda untuk bonang pelog dan slendro . Mereka biasanya memukul dengan tongkat berlapis (tabuh). Hal ini mirip dengan gong memeluk lain di gamelan itu, kethuk , kempyang , dan kenong . Bonang dapat ditempa terbuat dari perunggu , dilas dan dingin-dipalu besi , atau kombinasi dari logam.
ada 3 macam bonang :

1. Bonang panerus adalah yang tertinggi dari mereka, dan menggunakan ketel terkecil. Pada umumnya mencakup dua oktaf (kadang-kadang lebih dalam slendro di Solo instrumen-gaya), seluas sekitar kisaran yang sama dengan saron dan peking gabungan. Ia memainkan irama tercepat bonang itu, saling layu dengan atau bermain di dua kali kecepatan dari bonang barung.

2. Bonang barung yang bernada satu oktaf di bawah bonang panerus, dan juga secara umum mencakup dua oktaf, kira-kira kelas yang sama dengan demung dan saron gabungan. Ini adalah salah satu instrumen yang paling penting dalam ansambel tersebut, karena banyak memberikan isyarat untuk pemain lain dalam gamelan.

3. Bonang Panembung adalah nada terendah. Hal ini lebih umum di Yogyakarta gamelan gaya, seluas sekitar kisaran yang sama dengan slenthem dan demung gabungan. Ketika hadir dalam gaya gamelan Solo, mungkin hanya memiliki satu baris dari enam (slendro) atau tujuh ceret terdengar dalam daftar yang sama dengan slenthem. Hal ini dicadangkan untuk repertoire yang paling keras, biasanya memainkan bentuk lain dari balungan .

Alat Musik Tiup

Suling
siapa yang tak tahu suling,,, seua pasti tahu. terbuuat dari bambu yang dilubangi. terdiri dari 4 atau lubang. berfungsi sebagai melodi.

Alat Musik Gesek

Rebab
rebab terdiri dari dawai yang digesek. dimainkan dengan cara digesek dan sambil duduk. bentuknya seperti tiang perahu atau busur panah. fungsina sebagai melodi
Tarawangsa 
seperti rebab hanya beda bentuk di bagian dasarnya, bila rebab bentuk seperti hati, tarawangsa berbentuk persegi panjang. fugsinya saja, hanya saja lebih sering digunakan sebagai pengiring di pencak silat.

Alat Musik Getar

Angklung
terbuat dari bambu dan dibentuk sedemkian rupa hingga menimbulkan suara yang khas. cara membunyikannya dengan cara digetarkan. masing2 mempunyai nada yang berbeda2 sesuai ukurannya.
Karinding
biasanya terbuat dari bambu atau pohon aren yang dibentuk sedemikian rupa, disimpan di ulut lalu digetar2kan dengan tangan. biasanya dipakai di acara2 adat

Alat Musik Petik

Kecapi
terbuat dari kotak berongga yang diberi tali2 senar dengan berbagai panjang. menyerupai gitar, dipakai dengan cara dipetik.

(6) peralatan dan senjata yang khas tradisional;

Kujang
Kujang dikenal sebagai senjata tradisional masyarakat Jawa Barat (Sunda) yang memiliki nilai sakral serta mempunyai kekuatan magis. Beberapa peneliti menyatakan bahwa istilah "kujang" berasal dari kata kudihyang (kudi dan Hyang. Kujang (juga) berasal dari kata Ujang, yang berarti manusia atau manusa. Manusia yang sakti sebagaimana Prabu Siliwangi.
Kudi diambil dari bahasa Sunda Kuno yang artinya senjata yang mempunyai kekuatan gaib sakti, sebagai jimat, sebagai penolak bala, misalnya untuk menghalau musuh atau menghindari bahaya/penyakit. Senjata ini juga disimpan sebagai pusaka, yang digunakan untuk melindungi rumah dari bahaya dengan meletakkannya di dalam sebuah peti atau tempat tertentu di dalam rumah atau dengan meletakkannya di atas tempat tidur. Sementara itu, Hyang dapat disejajarkan dengan pengertian Dewa dalam beberapa mitologi, namun bagi masyarakat Sunda Hyang mempunyai arti dan kedudukan di atas Dewa, hal ini tercermin di dalam ajaran “Dasa Prebakti” yang tercermin dalam naskah Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian disebutkan “Dewa bakti di Hyang”.
Secara umum, Kujang mempunyai pengertian sebagai pusaka yang mempunyai kekuatan tertentu yang berasal dari para dewa (=Hyang), dan sebagai sebuah senjata, sejak dahulu hingga saat ini
Kujang menempati satu posisi yang sangat khusus di kalangan masyarakat Jawa Barat (Sunda). Sebagai lambang atau simbol dengan niali-nilai filosofis yang terkandung di dalamnya, Kujang dipakai sebagai salah satu estetika dalam beberapa lambang organisasi serta pemerintahan. Disamping itu, Kujang pun dipakai pula sebagai sebuah nama dari berbagai organisasi, kesatuan dan tentunya dipakai pula oleh Pemda Propinsi Jawa Barat.
Di masa lalu Kujang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan masyarakat Sunda karena fungsinya sebagai peralatan pertanian. Pernyataan ini tertera dalam naskah kuno Sanghyang Siksa Kanda Ng Karesian (1518 M) maupun tradisi lisan yang berkembang di beberapa daerah diantaranya di daerah Rancah, Ciamis. Bukti yang memperkuat pernyataan bahwa kujang sebagai peralatan berladang masih dapat kita saksikan hingga saat ini pada masyarakat Baduy, Banten dan Pancer Pangawinan di Sukabumi.
"Segala macam hasil tempaan, ada tiga macam yang berbeda. Senjata sang prabu ialah: pedang, abet (pecut), pamuk, golok, peso teundeut, keris. Raksasa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk membunuh. Senjata orang tani ialah: kujang, baliung, patik, kored, pisau sadap. Detya yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengambil apa yang dapat dikecap dan diminum. Senjata sang pendeta ialah: kala katri, peso raut, peso dongdang, pangot, pakisi. Danawa yang dijadikan dewanya, karena digunakan untuk mengerat segala sesuatu, Itulah ketiga jenis senjata yang berbeda pada sang prebu, pada petani, pada pendeta. Demikianlah bila kita ingin tahu semuanya, tanyalah pandai besi."
Dengan perkembangan kemajuan, teknologi, budaya, sosial dan ekonomi masyarakat Sunda, Kujang pun mengalami perkembangan dan pergeseran bentuk, fungsi dan makna. Dari sebuah peralatan pertanian, kujang berkembang menjadi sebuah benda yang memiliki karakter tersendiri dan cenderung menjadi senjata yang bernilai simbolik dan sakral. Wujud baru kujang tersebut seperti yang kita kenal saat ini diperkirakan lahir antara abad 9 sampai abad 12.
Bagian-bagian Kujang
Karakteristik sebuah kujang memiliki sisi tajaman dan nama bagian, antara lain : papatuk/congo (ujung kujang yang menyerupai panah), eluk/silih (lekukan pada bagian punggung), tadah (lengkungan menonjol pada bagian perut) dan mata (lubang kecil yang ditutupi logam emas dan perak). Selain bentuk karakteristik bahan kujang sangat unik cenderung tipis, bahannya bersifat kering, berpori dan banyak mengandung unsur logam alam.
Dalam Pantun Bogor sebagaimana dituturkan oleh Anis Djatisunda (996-2000), kujang memiliki beragam fungsi dan bentuk. Berdasarkan fungsi, kujang terbagi empat antara lain : Kujang Pusaka (lambang keagungan dan pelindungan keselamatan), Kujang Pakarang (untuk berperang), Kujang Pangarak (sebagai alat upacara) dan Kujang Pamangkas (sebagai alat berladang). Sedangkan berdasarkan bentuk bilah ada yang disebut Kujang Jago (menyerupai bentuk ayam jantan), Kujang Ciung (menyerupai burung ciung), Kujang Kuntul (menyerupai burung kuntul/bango), Kujang Badak (menyerupai badak), Kujang Naga (menyerupai binatang mitologi naga) dan Kujang Bangkong (menyerupai katak). Disamping itu terdapat pula tipologi bilah kujang berbentuk wayang kulit dengan tokoh wanita sebagai simbol kesuburan.

Mitologi

Menurut orang tua ada yang memberikan falsafah yang sangat luhur terhadap Kujang sebagai;
Ku-Jang-ji rek neruskeun padamelan sepuh karuhun urang
Janji untuk meneruskan perjuangan sepuh karuhun urang/ nenek moyang yaitu menegakan cara-ciri manusa dan cara ciri bangsa. Apa itu?

Cara-ciri Manusia ada 5

1.     Welas Asih (Cinta Kasih),
2.     Tatakrama (Etika Berprilaku),
3.     Undak Usuk (Etika Berbahasa),
4.     Budi Daya Budi Basa,
5.     Wiwaha Yuda Na Raga ("Ngaji Badan".

Cara-ciri Bangsa ada 5

1.     Rupa,
2.     Basa,
3.     Adat,
4.     Aksara,
5.     Kebudayaan
Sebetulnya masih banyak falsafah yang tersirat dari Kujang yang bukan sekedar senjata untuk menaklukan musuh pada saat perang ataupun hanya sekedar digunakan sebagai alat bantu lainnya.

(7) makanan dan minuman khas daerah.

Bajigur merupakan minuman tradisional khas Jawa Barat yang cukup terkenal. Bajigur punya cita rasa yang unik dan menyegarkan. Berikut kami sediakan resepnya.

Bahan untuk membuat
 Resep Minuman Asli Indonesia Bajigur Khas Jawa Barat:
- 125 cc sirup gula jawa
- 750 cc santan dari ½ butir kelapa
- 5 sdt kopi
- ¼ sdt garam
- 1 bungkus vanili
-150 gram kolangkaling yang telah dicuci bersih dan diiris tipis memanjang serta direbus hingga matang.
Beberapa minuman khas Sunda yang sangat terkenal diantaranya yaitu:
Ø  Bandrek
Ø  Bajigur
Ø  Sakoteng
Ø  Kopi Bandrek
Ø  Coklat Bandrek
Ø  Teh Bandrek
Ø  Beas Cikur
Ø  Cendol
Ø  Goyobod
Ø  es Lilin
Ø  Cing-cau
Ø  Cai Lahang
Ø  dan lain-lain

Sedangkan beberapa makanan khas Sunda diantaranya yaitu:
Ø  Lotek (Gado-gado)
Ø  Karedok
Ø  Oncom
Ø  Nasi Tutug Oncom
Ø  Kupat Tahu
Ø  Rujak Bébék
Ø  Baso Tahu kukus
Ø  Baso Tahu goreng
Ø  Mie Kocok
Ø  Urab Sampeu
Ø  Rujak Peuteuy Selong
Ø  Sambel Tarasi
Ø  Manisan buah Cianjur
Ø  Gehu, bala-bala, comro, misro
Ø  dan lain-lain

Makanan dan minuman tersebut berasal dari masyarakat asli Sunda yang biasa dimakan dan diminum oleh rakyat biasa, akan tetapi seiring perkembangan jaman makanan dan minuman tersebut sudah sangat digemari oleh masyarakat modern dan kalangan atas.
Makanan dan minuman tersebut juga sudah banyak di sajikan di kafe-kafe, restoran serta di hotel-hotel berbintang, bahkan menjadi bagian dari jamuan kenegaraan.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar